Pada suatu ketika Batara Guru ingin mengadakan pesta besar di Kayangan Jonggring Salaka . Batara Guru kemudian menugasi Resi Narada untuk mengumpulkan para dewa dan dewi di Kayangan Jonggring Salaka. Dalam pesta itu para dewa dan dewi diizinkan minum toya urip ·air penghidupan'. Siapa saja yang telah minum air penghidupan itu dapat hidup abadi.
Resi Narada pun segera mengumpulkan para dewa dan dewi di Kayangan Jonggring Salaka. Dalam sekejap saja para dewa dan dewi dari segenap penjuru mata angin tiba di Kayangan Jonggring Salaka. Mereka berkumpul di pendapa istana Juggring Salaka yang sangat megah itu.
Air penghidupan dalam cupu manik astagina telah dituangkan ke dalam botol yang terbuat dari jamrud. Botol jamrud itu lalu diletakkan di atas meja yang terbuat dari mutiara. Para pembesar dewa dan dewi dipersilakan mengambil air penghidupun itu lebih dahulu. Setelah itu disusul para dewa dan dewi biasa. Sangat senanglah para dewa dan dewi itu. Air penghidupan itu baunya harum dan sangat dingin sehingga tubuh para dewa dan dewi itu menjadi sangat segar.
Pada waktu itu di angkasa ada raksasa bernama Kalarahu . Ia melihat para dewa dan dewi sedang minum air penghidupan. Kalarahu lalu berkata dalam hati, "Jika aku dapat minum air penghidupan seperti para dewa dan dewi itu pasti aku akan hidup abadi . Aku tidak akan mati selamanya."
Kalarahu kemudian menyamar menjadi dewa dan ikut dalam pesta minum-minum air penghidupan itu. Dewa Matahari (Sang Hyang Surya) dan Dewa Bulan (Sang Hyang Candra) tahu bahwa Kalarahu menyamar sebagai dewa ikut dalam pesta itu. Mereka segera memberi tahu kepada Sang Hyang Wisnu. Ketika melihat Kalarahu sedang minum air. penghidupan, Sang Hyang Wisnu segera melepaskan panah cakranya tepat di leher Kalarahu. Putuslah leher raksasa Kularahu sehingga kepalanya melesat ke angkasa. Kepala Kalarahu tetap hidup abadi karena ia telah minum air penghidupan sampai di tenggoroknya.
Kalarahu tahu bahwa semua ini disebabkan oleh Dewa Matahari dan Dewa Bulan yang melaporkan kepada Sang Hyang Wisnu. Oleh karena itu. Kalarahu sangat marah kepada kedua dewa itu. "Hai, Dewa Matahari dan Dewa Bulan. sewaktu-waktu kalian akan kutelan hidup-hidup," ancam Kalarahu kepada dua dewa itu.
Setelah selesai mengadakan pesta para dewa dan dewi itu kembali ke tempat mereka masing-masing. Dewa Matahari dan Dewa Bulan pun juga kembali ke tempat mereka. Kalarahu·kemudian mengejar Dewa Matahari dan Dewa Bulan untuk ditelannya. Kedua dewa itupun terus terbang ke angkasa. Kalarahu tidak putus-asa ia terus mengejar kedua dewa itu.
Pada suatu ketika Dewa Matahari tertangkap oleh Kalarahu dan ditelannya. Akan tetapi, Dewa Matahari dapat keluar lagi karena Kalarahu tidak mempunyai perut, hanya kepala saja. Begitu pula ketika Dewa Bulan ditelan oleh Kalarahu, ia juga dapat keluar lagi. Pada waktu Dewa Matahari ditelan oleh Kalarahu itu terjadilah gerhana matahari dan pada waktu Dewa Bulan ditelan oleh Kalarahu terjadilah gerhana bulan.
Sampai sekarang masih ada masyarakat Jawa yang percaya bahwa terjadinya gerhana matahari dan gerhana bulan itu karena matahari dan bulan ditelan oleh Kalarahu.
Pada suatu ketika Dewa Matahari tertangkap oieh Kalarahu dan ditelannya