Cerita Rakyat Cindelaras | Cerita Rakyat Indonesia

Cerita Rakyat Cindelaras | Cerita Rakyat Indonesia


Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia didampingi oleh seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra dan kedua istrinya tadi hidup di dalam istana yang sangat megah dan damai. Hingga suatu hari selir raja merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal tersebut dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi permaisuri.

Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.

Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.

Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...", kokok ayam itu

Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.

Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."

Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.

 "Cindelaras", diceritakan kembali oleh Kak Ghulam Pramudiana.
Cerita Rakyat Cindelaras  | Cerita Rakyat Nusantara.
Cerita Rakyat Cindelaras | Cerita Rakyat Indonesia
--Posted by - Cerita Rakyat Indonesia -
- Cerita Rakyat Indonesia - Updated at: 07.52


Aji Saka: Asal Mula Huruf Jawa - Cerita Rakyat Indonesia

Aji Saka: Asal Mula Huruf Jawa



Alkisah, di Dusun Medang Kawit, Desa Majethi, Jawa Tengah, hiduplah seorang pendekar tampan yang sakti mandraguna bernama Aji Saka. Ia mempunyai sebuah keris pusaka dan serban sakti. Selain sakti, ia juga rajin dan baik hati. Ia senantiasa membantu ayahnya bekerja di ladang, dan menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Ke mana pun pergi, ia selalu ditemani oleh dua orang abdinya yang bernama Dora dan Sembada.

Pada suatu hari, Aji Saka meminta izin kepada ayahnya untuk pergi mengembara bersama Dora. Sementara, Sembada ditugaskan untuk membawa dan menjaga keris pusaka miliknya ke Pegunungan Kendeng.

“Sembada! Bawa keris pusaka ini ke Pegunungan Kendeng. Kamu harus menjaganya dengan baik dan jangan berikan kepada siapa pun sampai aku sendiri yang mengambilnya!” pesan Aji Saka kepada Sembada.

“Baik, Tuan! Saya berjanji akan menjaga dan merawat keris pusaka Tuan!” jawab Sembada.

Setelah itu, berangkatlah Sembada ke arah utara menuju Gunung Kendeng, sedangkan Aji Saka dan Dora berangkat mengembara menuju ke arah selatan. Mereka tidak membawa bekal pakaian kecuali yang melekat pada tubuh mereka. Setelah setengah hari berjalan, sampailah mereka di sebuah hutan yang sangat lebat. Ketika akan melintasi hutan tersebut, tiba-tiba Aji Saka mendengar teriakan seorang laki-laki meminta tolong.

“Tolong...!!! Tolong...!!! Tolong...!!!” demikian suara itu terdengar.

Mendengar teriakan itu, Aji Saka dan Dora segera menuju ke sumber suara tersebut. Tak lama kemudian, mereka mendapati seorang laki-laki paruh baya sedang dipukuli oleh dua orang perampok.

“Hei, hentikan perbuatan kalian!” seru Aji Saka.

Kedua perampok itu tidak menghiraukan teriakan Aji Saka. Mereka tetap memukuli laki-laki itu. Melihat tindakan kedua perampok tersebut, Aji Saka pun naik pitam. Dengan secepat kilat, ia melayangkan sebuah tendangan keras ke kepala kedua perampok tersebut hingga tersungkur ke tanah dan tidak sadarkan diri. Setelah itu, ia dan abdinya segera menghampiri laki-laki itu.

“Maaf, Pak! Kalau boleh kami tahu, Bapak dari mana dan kenapa berada di tengah hutan ini?” tanya Aji Saka.

Lelaki paruh baya itu pun bercerita bahwa dia seorang pengungsi dari Negeri Medang Kamukan. Ia mengungsi karena raja di negerinya yang bernama Prabu Dewata Cengkar suka memakan daging manusia. Setiap hari ia memakan daging seorang manusia yang dipersembahkan oleh Patihnya yang bernama Jugul Muda. Karena takut menjadi mangsa sang Raja, sebagian rakyat mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.

Aji Saka dan abdinya tersentak kaget mendengar cerita laki-laki tua yang baru saja ditolongnya itu.

“Bagaimana itu bisa terjadi, Pak?” tanya Aji Saka dengan heran.

“Begini, Tuan! Kegemaran Prabu Dewata Cengkar memakan daging manusia bermula ketika seorang juru masak istana teriris jarinya, lalu potongan jari itu masuk ke dalam sup yang disajikan untuk sang Prabu. Rupanya, beliau sangat menyukainya. Sejak itulah sang Prabu menjadi senang makan daging manusia dan sifatnya pun berubah menjadi bengis,” jelas lelaki itu.

Mendengar pejelasan itu, Aji Saka dan abdinya memutuskan untuk pergi ke Negeri Medang Kamukan. Ia ingin menolong rakyat Medang Kamukan dari kebengisan Prabu Dewata Cengkar. Setelah sehari semalam berjalan keluar masuk hutan, menyebarangi sungai, serta menaiki dan menuruni bukit, akhirnya mereka sampai di kota Kerajaan Medang Kamukan. Suasana kota itu tampak sepi. Kota itu bagaikan kota mati. Tak seorang pun yang terlihat lalu lalang di jalan. Semua pintu rumah tertutup rapat. Para penduduk tidak mau keluar rumah, karena takut dimangsa oleh sang Prabu.

“Apa yang harus kita lakukan, Tuan?” tanya Dora.

“Kamu tunggu di luar saja! Biarlah aku sendiri yang masuk ke istana menemui Raja bengis itu,” jawab Aji Saka dengan tegas.

Dengan gagahnya, Aji Saka berjalan menuju ke istana. Suasana di sekitar istana tampak sepi. Hanya ada beberapa orang pengawal yang sedang mondar-mandir di depan pintu gerbang istana.

“Berhenti, Anak Muda!” cegat seorang pengawal ketika Aji Saka berada di depan pintu gerbang istana.

“Kamu siap dan apa tujuanmu kemari?” tanya pengawal itu.

“Saya Aji Saka dari Medang Kawit ingin bertemu dengan sang Prabu,” jawab Aji Saka.

“Hai, Anak Muda! Apakah kamu tidak takut dimangsa sang Prabu?” sahut seorang pengawal yang lain.

“Ketahuilah, Tuan-Tuan! Tujuan saya kemari memang untuk menyerahkan diri saya kepada sang Prabu untuk dimangsa,” jawab Aji Saka.

Para pengawal istana terkejut mendengar jawaban Aji Saka. Tanpa banyak tanya, mereka pun mengizinkan Aji Saka masuk ke dalam istana. Saat berada di dalam istana, ia mendapati Prabu Dewata Cengkar sedang murka, karena Patih Jugul tidak membawa mangsa untuknya. Tanpa rasa takut sedikit pun, ia langsung menghadap kepada sang Prabu dan menyerahkan diri untuk dimangsa.

“Ampun, Gusti Prabu! Hamba Aji Saka. Jika Baginda berkenan, hamba siap menjadi santapan Baginda hari ini,” kata Aji Saka.

Betapa senangnya hati sang Prabu mendapat tawaran makanan. Dengan tidak sabar, ia segera memerintahkan Patih Jugul untuk menangkap dan memotong-motong tubuh Aji Saka untuk dimasak. Ketika Patih Jugul akan menangkapnya, Aji Saka mundur selangkah, lalu berkata:

“Ampun, Gusti! Sebelum ditangkap, Hamba ada satu permintaan. Hamba mohon imbalan sebidang tanah seluas serban hamba ini,” pinta Aji Saka sambil menunjukkan serban yang dikenakannya.

“Hanya itu permintaanmu, hai Anak Muda! Apakah kamu tidak ingin meminta yang lebih luas lagi?” sang Prabu menawarkan.

“Sudah cukup Gusti. Hamba hanya menginginkan seluas serban ini,” jawab Aji Saka dengan tegas.

“Baiklah kalau begitu, Anak Muda! Sebelum memakanmu, akan kupenuhi permintaanmu terlebih dahulu,” kata sang Prabu.

Aji Saka pun melepas serban yang melilit di kepalanya dan menyerahkannya kepada sang Prabu.

“Ampun, Gusti! Untuk menghindari kecurangan, alangkah baiknya jika Gusti sendiri yang mengukurnya,” ujar Aji Saka.

Prabu Dewata Cengkar pun setuju. Perlahan-lahan, ia melangkah mundur sambil mengulur serban itu. Anehnya, setiap diulur, serban itu terus memanjang dan meluas hingga meliputi seluruh wilayah Kerajaan Medang Kamulan. Karena saking senangnya mendapat mangsa yang masih muda dan segar, sang Prabu terus mengulur serban itu sampai di pantai Laut Selatan tanpa disadarinya,. Ketika ia masuk ke tengah laut, Aji Saka segera menyentakkan serbannya, sehingga sang Prabu terjungkal dan seketika itu pula berubah menjadi seekor buaya putih. Mengetahui kabar tersebut, seluruh rakyat Medang Kamulan kembali dari tempat pengungsian mereka. Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi Raja Medang Kamulan menggantikan Prabu Dewata Cengkar dengan gelar Prabu Anom Aji Saka. Ia memimpin Kerajaan Medang Kamulan dengan arif dan bijaksana, sehingga seluruh rakyatnya hidup tenang, aman, makmur, dan sentosa.

Pada suatu hari, Aji Saka memanggil Dora untuk menghadap kepadanya.

“Dora! Pergilah ke Pegunungan Kendeng untuk mengambil kerisku. Katakan kepada Sembada bahwa aku yang menyuruhmu,” titah Raja yang baru itu.

“Daulah, Gusti!” jawab Dora seraya memohon diri.

Setelah berhari-hari berjalan, sampailah Dora di Pegunungan Gendeng. Ketika kedua sahabat tersebut bertemu, mereka saling rangkul untuk melepas rasa rindu. Setelah itu, Dora pun menyampaikan maksud kedatangannya kepada Sembada.

“Sembada, sahabatku! Kini Tuan Aji Saka telah menjadi raja Negeri Medang Kamulan. Beliau mengutusku kemari untuk mengambil keris pusakanya untuk dibawa ke istana,” ungkap Dora.

“Tidak, sabahatku! Tuan Aji berpesan kepadaku bahwa keris ini tidak boleh diberikan kepada siapa pun, kecuali beliau sendiri yang datang mengambilnya,” kata Sembada dengan tegas.

Karena merasa mendapat tanggungjawab dari Aji Saka, Dora pun harus mengambil keris itu dari tangan Sembada untuk dibawa ke istana. Kedua dua orang abdi bersahabat tersebut tidak ada yang mau mengalah. Mereka bersikeras mempertahankan tanggungjawab masing-masing dari Aji Saka. Mereka bertekad lebih baik mati daripada menghianati perintah tuannya. Akhirnya, terjadilah pertarungan sengit antara kedua orang bersahabat tersebut. Mereka sama kuat dan tangguhnya, sehingga mereka pun mati bersama.

Sementara itu, Aji Saka sudah mulai gelisah menunggu kedatangan Dora dari Pegunung Gendeng membawa kerisnya.

“Apa yang terjadi dengan Dora? Kenapa sampai saat ini dia belum juga kembali?” gumam Aji Saka.
Aji Saka: Asal Mula Huruf Jawa

Sudah dua hari Aji Saka menunggu, namun Dora tak kunjung tiba. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyusul abdinya itu ke Pegunungan Gendeng seorang diri. Betapa terkejutnya ia saat tiba di sana. Ia mendapati kedua abdi setianya telah tewas. Mereka tewas karena ingin membuktikan kesetiaannya kepada tuan mereka. Untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya tersebut, Aji Saka menciptakan aksara Jawa atau dikenal dengan istilah dhentawyanjana, yang mengisahkan pertarungan antara dua abdinya yang memiliki kesaktiaan yang sama dan tewas bersama. Huruf-huruf tersebut juga dikenal dengan istilah carakan.



Aji Saka: Asal Mula Huruf Jawa - Cerita Rakyat Indonesia
cerita rakyat tanah jawa
sumber: kaskus
Aji Saka: Asal Mula Huruf Jawa - Cerita Rakyat Indonesia
--Posted by - Cerita Rakyat Indonesia -
- Cerita Rakyat Indonesia - Updated at: 07.48


Legenda Pesut Mahakam

Alkisah, di sebuah dusun di Rantau Mahakam, Kalimantan Timur, hiduplah sebuah keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, serta seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Keluarga tersebut senantiasa hidup rukun dan damai dalam sebuah pondok yang sederhana.Sang Ayah seorang kepala rumah tangga yang arif dan bijaksana, sedangkan sang Ibu sangat terampil dan cekatan dalam mengatur usuran rumah tangga.

Kebutuhan hidup mereka dapat tercukupi dari hasil menanam berbagai jenis buah-buahan dan sayur-sayuran di kebun. Pada suatu hari, sang Istri terserang sebuah penyakit aneh. Sudah banyak tabib yang telah  mengobatinya, namun penyakitnya tak kunjung sembuh hingga akhirnya ia meninggal dunia.  Sejak itu, kehidupan keluarga tersebut menjadi berantakan dan tak terurus lagi.

Sang Ayah dan  kedua putra dan putrinya terus terlarut dalam kesedihan. Sang Ayah menjadi pemurung dan suka bermalas-malasan, sedangkan kedua anaknya kelihatan bingung, tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Melihat kondisi tersebut, para sesepuh dusun berusaha untuk membujuk mereka agar tidak larut dalam kesedihan dan sang Ayah kembali mencari nafkah seperti biasanya.

 “Sudahlah, Pak! Hilangkanlah kesedihanmu itu dan kembalilah bekerja seperti biasanya! Lihatlah kedua anakmu itu, mereka semakin kurus karena kurang makan!” ujar seorang sesepuh dusun kepada sang Ayah.
Rupanya, nasehat-nasehat tersebut tidak pernah ia hiraukan.

Keadaan tersebut berlangsung hingga satu musim, yaitu sejak musim tanam hingga musim panen. Seperti biasanya, setiap musim panen tiba, penduduk dusun tersebut mengadakan pesta adat yang diisi dengan beraneka macam pertunjukan ketangkasan dan kesenian selama tujuh hari tujuh malam.

Kemeriahan pesta ternyata belum mampu menghibur hati keluarga tersebut, terutama sang Ayah. Tapi, begitu mendengar kabar bahwa dalam pertunjukan seni tersebut ada seorang gadis cantik yang pandai dan gemulai menari, hati sang Ayah langsung tergerak ingin menyaksikan pertunjukan tersebut. Dengan penuh semangat, ia berjalan mendekati tempat pertunjukan di mana gadis itu akan menari.

Ia sengaja berdiri paling depan agar dapat menyaksikan tarian serta wajah gadis itu dengan jelas. Beberapa saat kemudian, pertunjukan pun dimulai. Perlahan-lahan gadis cantik itu memasuki panggung seraya memainkan tariannya. Gerakan tubuhnya yang lemah lembut dan gemulai benar-benar mengundang decak kagum para penonton.

Lain halnya dengan sang Ayah, ia hanya sesekali tersenyum. Pandangan matanya senantiasa tertuju kepada wajah cantik gadis itu tanpa bergeming sedikit pun. Suatu saat, tiba-tiba pandangan gadis itu tertuju kepadanya sambil melemparkan senyum manisnya.

 Pada saat itulah, jantung sang Ayah berdetak kencang. Rupanya, ia jatuh hati kepada gadis itu, begitu pula sebaliknya. Usai pertunjukan, para penonton membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing. Sementara sang Ayah tidak beranjak dari tempatnya berdiri, karena ingin bertemu dengan gadis cantik itu.

Tak berapa lama kemudian, gadis itu turun dari panggung dan menghampirinya. Setelah berkenalan, mereka pun mengungkapkan perasaan masing-masing dan bersepakat untuk menikah. “Abang sudah mempunyai dua orang anak. Apakah Adik bersedia untuk membantu Abang merawat mereka?” pinta sang Ayah kepada gadis penari itu.

 “Tentu saja, Bang! Adik berjanji akan menyayangi mereka sama seperti anak kandung Adik  sendiri,” jawab gadis itu.  Setelah mendapat restu dari para sesepuh kampung, akhirnya mereka pun menikah. Pernikahan mereka dilangsungkan sepekan setelah pesta adat tersebut.

Setelah menikah dengan gadis itu, sang Ayah tidak pernah lagi murung dan bermalas-malasan, dan begitu pula kedua anaknya. Keluarga itu telah menemukan kembali suasana kedamaian yang pernah dulu
mereka rasakan.

Sang Ayah kembali rajin bekerja di kebun dengan dibantu oleh anak laki-lakinya. Sedangkan istri barunya sibuk menyiapkan makanan di rumah dengan dibantu oleh anak perempuannya. Namun, baru beberapa bulan saja keharmonisan itu berlangsung, keluarga itu kembali diguncang prahara. Sang Ibu tiri ternyata mengingkari janjinya untuk menyayangi kedua anak tirinya.

Sifat dan perilakunya tiba-tiba menjadi benci kepada mereka. Ia sering memberi mereka sisa-sisa nasi.  Sang Ayah yang mengetahui perilaku istrinya tersebut tidak dapat berbuat apa-apa karena ia sangat  mencintainya.

Sejak itu, segala urusan rumah tangga ditangani oleh sang Ibu tiri. Setiap hari ia menyuruh kedua anak tirinya mencari kayu bakar di hutan, bahkan ia sering menyuruh mereka untuk mengerjakan hal-hal di luar kemampuan mereka. Pada suatu hari, sang Ibu menyuruh kedua anak tirinya untuk mencari kayu bakar di hutan dengan jumlah cukup banyak.

“Hai, pemalas! Carilah kayu bakar ke hutan! Kalian harus mengumpulkan kayu bakar yang jumlahnya tiga kali lipat dari yang kalian peroleh kemarin. Ingat, jika kalian pulang sebelum mengumpulkan kayu sebanyak itu, maka kalian tidak akan mendapat makan hari ini!” ancam sang Ibu Tiri. “Maaf, Bu! Untuk apa kayu bakar sebanyak itu? Bukankah kayu bakar masih banyak? Kalau kayunya mau habis barulah kami mencarinya lagi,” tawar si anak laki-laki.

 “Dasar anak pemalas! Rupanya, kalian sudah mulai berani membantah Ibu ya? Awas nanti saya laporkan  kepada ayah kalian, bahwa kalian pemalas!” sang Ibu kembali mengancam kedua anak tirinya. Tanpa berkata apa-apa, si anak perempuan segera menarik tangan kakaknya. Ia menyadari bahwa ayah mereka telah dipengaruhi oleh sang Ibu Tiri.

 “Sudahlah, Bang! Kita turuti saja perintah Ibu! Tidak ada gunanya kita membantah, karena kita tetap akan dipersalahkan,” ujar si anak perempuan dengan suara pelan. Setelah menyiapkan beberapa perlengkapan, berangkatlah mereka ke hutan untuk mencari kayu bakar.

Setibanya di hutan, mereka segera mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya tanpa mengenal lelah. Namun, hingga hari menjelang sore, mereka belum mengumpulkan kayu bakar sebanyak yang diminta ibu tiri mereka.

Karena takut dimarahi, akhirnya mereka memutuskan untuk menginap di tengah hutan. Mereka tidur didalam sebuah gubuk reot untuk berlindung dari cuaca dingin. Kedua orang kakak-beradik itu
baru dapat memejamkan mata ketika malam telah larut, karena perut mereka dibelit rasa lapar. Keesokan harinya, kedua anak itu kembali mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya.

Namun, ketika hari menjelang siang, kedua anak itu tiba-tiba tergeletak di tanah, karena tidak kuat lagi  menahan rasa lapar. Untungnya, ada seorang kakek yang sedang melintas di tempat itu dan segera menolong mereka. Kakek itu mengangkat mereka ke bawah sebuah pohon yang rindang seraya mengipas-ngipas mereka. Beberapa saat kemudian, kedua anak malang itu pun tersadar.

“Kita di mana? Kenapa berada di tempat ini?” tanya sang Kakak kepada adiknya.
“Kakek siapa?” tanyanya lagi ketika melihat seorang tua yang tak dikenalnya sedang duduk di samping mereka. “Tenang, Cucuku! Kakek yang telah membawa kalian ke tempat ini. Kakek menemukan kalian
sedang tergeletak tidak sadarkan diri di tengah hutan ini. Kalian siapa dan apa yang kalian lakukan di tempat ini?” tanya kakek itu.

Kedua anak malang itu pun menceritkan semua peristiwa yang mereka alami hingga mereka jatuh pingsan di tengah hutan. Karena iba setelah mendengar cerita mereka, kakek itu menyuruh mereka pergi ke sebuah tempat di mana terdapat banyak buah-buahan.

Setelah berterima kasih, kedua anak tersebut segera menuju ke arah rimbunan pohon. Betapa senangnya hati mereka ketika tiba di tempat yang dimaksud. Mereka mendapati beraneka jenis pohon yang sedang berbuah. Ada pohon durian, nangka, cempedak, mangga, dan pepaya.

Melihat banyak buah-buahan yang telah masak berserakan di bawah pohon itu, kedua anak itu segera memakannya dengan sepuas-puasnya hingga kenyang. Badan mereka pun kembali segar. Setelah itu, mereka kembali mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya dengan penuh semangat. Sebelum senja tiba, mereka telah berhasil mengumpulkan kayu sebanyak yang diminta ibu tiri mereka. Kayu-kayu tersebut mereka angkut sedikit demi sedikit pulang ke rumah. Setelah menyusun kayu-kayu di kolong rumah, mereka segera naik ke rumah ingin melapor kepada sang Ibu tiri. Betapa terkejutnya mereka ketika mendapati seluruh isi rumah telah kosong.

“Adikku! Ayah dan Ibu telah pergi meninggalkan kita! Lihatlah semua harta benda di rumah ini telah mereka bawa serta!” seru si anak laki-laki. Menyadari hal itu, si anak perempuan menjadi sedih dan menangis dengan sekeras-kerasnya. Ia sedih karena ia tahu bahwa ibu tirinya telah memengaruhi ayah mereka untuk pergi dari rumah. Tak berapa lama kemudian, para tetangganya pun berdatangan untuk mengetahui apa gerangan yang terjadi.

“Hai, kenapa adikmu menangis?” tanya seorang warga. Si anak laki-laki pun menceritakan semua peristiwa yang mereka alami hingga ayah dan ibu tiri mereka pergi secara diam-diam. Mereka juga memberitahu kepada warga bahwa mereka bersikeras untuk pergi mencari orang tua mereka. Keesokan harinya, kedua anak malang itu berangkat mencari orang tua mereka. Beberapa tentangga yang iba memberi mereka bekal makanan di perjalanan.

Sudah dua hari kedua anak itu berjalan menyusuri hutan dan menyeberangi sungai, namun belum juga menemukan kedua orang tua mereka. Pada hari ketiga, tibalah mereka di tepi Sungai Mahakam. Mereka melihat asap api mengepul di sebuah pondok yang terletak di tepi sungai. Setibanya di sana, mereka mendapati seorang kakek sedang duduk-duduk di depan pondok. “Maaf, Kek! Boleh kami bertanya kepada Kakek,” sapa si anak laki-laki sambil memberi hormat kepada penghuni gubuk reot itu. “Apa yang bisa kubantu, cucuku?” tanya kakek itu.

 “Maaf, Kek! Kami sedang mencari kedua orang tua kami. Apakah Kakek pernah melihat seorang laki-laki setengah bayah dan seorang perempuan yang masih muda lewat di sini?" Setelah terdiam sebentar sambil mengingat-ingat, kakek itu pun memberitahukan kepada mereka bahwa beberapa hari yang lalu memang ada sepasang suami-istri yang lewat di tempat itu sambil membawa barang yang banyak.  Bahkan, mereka sempat mampir di gubuk sang Kakek untuk meminta air minum, karena kehausan.

 Kedua anak itu pun yakin bahwa kedua orang yang diceritakan sang Kakek tesebut adalah orang tua  mereka. “Tidak salah lagi, mereka adalah orang tua kami, Kek!” seru kedua anak itu serentak. “Apakah Kakek tahu ke mana tujuan mereka?” tanya si anak laki-laki. “Kalau tidak salah, waktu itu mereka berkata akan menetap di seberang sungai sana,” jelas kakek itu.  Mendengar penjelasan itu, kedua anak itu segera menuju ke seberang sungai dengan menggunakan perahu milik kakek itu. Setibanya di seberang sungai, mereka menemukan sebuah pondok kecil yang masih baru tidak jauh dari sungai.

Dari dalam pondok itu, asap api tampak mengepul. “Aku yakin, Ayah dan Ibu pasti ada di dalam pondok itu!” seru sang Kakak. “Kakak benar! Lihatlah baju yang di jemur di samping pondok itu. Bukankah itu baju Ayah yang dulu pernah Adik jahit?” kata sang Adik. Tanpa ragu lagi, kedua anak itu segera  menghampiri pondok itu. “Ayah...! Ibu...! Kami datang!” seru sang Kakak. Berkali-kali mereka berteriak memanggil, namun tidak mendapat jawaban.

Akhirnya mereka memberanikan diri memasuki pondok itu. Alangkah senangnya hati mereka karena ternyata barang-barang yang terdapat di dalam pondok itu adalah milik ayah mereka. Melihat asap masih mengepul di dapur, sang Kakak segera memeriksanya, karena mengira kedua orang tua mereka sedang memasak di dapur. Namun, ketika masuk ke dapur, ia hanya mendapati sebuah panci berisi nasi yang sudah menjadi bubur di atas api.

Sepertinya, orang tua mereka terburu-buru saat akan meninggalkan pondok, sehingga lupa mengangkat panci tersebut. Karena kelaparan, sang Kakak langsung melahap nasi bubur yang masih panas tersebut. Tak lama kemudian, adiknya pun menyusul dan ikut melahap nasi bubur tersebut hingga habis. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba kedua anak itu merasakan sesuatu yang aneh. Suhu badan mereka tiba-tiba meningkat dan rasanya panas sekali bagaikan terbakar api.

Dengan panik, kedua anak itu berlari ke sana kemari mencari air untuk menyiram tubuh mereka. Semua air tempayan di pondok itu telah habis mereka gunakan, namun suhu badan justru semakin tinggi. Mereka pun  segera berlari menuju ke sungai.

Setiap pohon pisang yang mereka temui di pinggir jalan mereka peluk untuk mendinginkan badan mereka. Namun, pohon-pohon pisang tersebut justru menjadi layu. Begitu tiba di tepi sungai, mereka langsung terjun ke dalam air.

Tak berapa lama kemudian, kedua anak itu menjelma menjadi dua ekor ikan yang kepalanya menyerupai kepala manusia. Sementara itu, ayah dan ibu tiri kedua anak itu baru saja pulang dari ladang. Betapa terkejutnya sang Ayah ketika masuk ke dalam pondoknya, ia menemukan sebuah bungkusan dan dua buah mandau milik anaknya.

Tanpa berpikir panjang, ia bergegas turun dari pondok untuk mencari kedua anaknya dengan mengikuti jalan menuju sungai. Setibanya di tepi sungai, ia melihat dua ekor ikan yang bergerak ke sana kemari di tengah sungai sambil sekali-sekali muncul di permukaan dan menyemburkan air dari kepalanya. Ketika ia akan memberitahukan hal itu kepada istrinya, ternyata sang Istri telah menghilang secara gaib.

Akhirnya, lelaki setengah baya itu pun sadar bahwa istri barunya itu bukanlah manusia biasa. Sang Istri memang tidak pernah menceritakan asal usulnya. Sang Ayah pun sangat menyesal karena telah menelantarkan kedua anaknya, sehingga berubah menjadi ikan. Mendengar kabar tersebut, penduduk di sekitarnya berbondong-bondong ke tepi Sungai Mahakam untuk menyaksikan kedua ekor ikan yang kepalanya mirip dengan kepala manusia tersebut. Mereka memperkirakan bahwa air semburan kedua makhluk tersebut sangat panas dan dapat mematikan ikan-ikan kecil di sekitarnya.

* * *
Demikian cerita Legenda Pesut Mahakam dari Kalimantan Timur. Oleh masyarakat Kutai, ikan penjelmaan kedua anak tersebut mereka namai ikan Pasut atau Pesut, sedangkan masyarakat di pedalaman Mahakam menamainya ikan Bawoi. Pesan moral yang terdapat dalam cerita di atas adalah akibat buruk dari sifat orang tua yang suka menelantarkan anak-anaknya.

Hal ini digambarkan oleh sikap dan perilaku sang Ayah yang telah pergi meninggalkan kedua anaknya, karena lebih memilih istri barunya. Akibatnya, kedua anaknya terlantar dan berubah menjadi ikan Pesut. Dari sini dapat petik sebuah pelajaran bahwa berubahnya kedua anak tersebut menjadi seekor ikan adalah akibat kelalaian sang Ayah dalam melindungi dan menjaga mereka.

 Dalam kehidupan orang Melayu, orang tua seperti ini disebut tidak tahu diri, tak bertanggungjawab, dan tak beradat, sehingga kelak di akhirat akan menanggung akibat kelalaiannya.
Legenda Pesut Mahakam
--Posted by - Cerita Rakyat Indonesia -
- Cerita Rakyat Indonesia - Updated at: 03.28


SEJARAH JAKA TINGKIR (MAS KAREBET)

SEJARAH JAKA TINGKIR - RADEN HADIWIJOYO – MAS KAREBET

Abad ke-empat belas adalah masa peradaban Hindu di Indonesia. Dimana kerajaan Majapahit berkuasa dengan masa keemasannya dibawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Patih Gajah Madanya yang terkenal dengan sumpahnya, " Tidak akan makan buah Palapa sampai seluruh Indonesia bersatu," Pada akhir abad keempat belas kerajaan Hindu mulai runtuh sejak Kesultanan Demak yang beragama Islam di Utara Jawa, musuhnya, mulai bangkit dibawah Rajanya Sultan Bintoro atau Raden Patah.

Pada tahun 1527 Sultan Bintoro menyerang kerajaan Majapahit Hindu yang terakhir di Kediri.

Keluarga kerajaan melarikan diri dari Istana, diantaranya adalah Kebo Kenanga, putera dari Raja Andayaningrat, raja terakhir Majapahit.

Kebo Kenanga beserta keluarganya dan juga perajurit pengikutnya melarikan diri dan menetap di hutan Pengging disebelah timur gunung Merapi sebagai pengungsi. Mereka bekerja keras membersihkan hutan dan mendirikan pemukiman baru bagi keluarga dan pengikutnya.

Kebo Kenanga menukar agamanya menjadi Islam dan namanya menjadi Ki Ageng Pengging. Ki dimuka namanya menandakan bahwa dia adalah guru agama. Kemudian dia berteman dengan guru-guru agama Islam yang lain diantaranya adalah Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Butuh dan Ki Ageng Ngerang.

Akan tetapi kakaknya, Kebo Kanigara menolak untuk memeluk agama Islam, dia pergi masuk hutan dan menjadi pertapa.

Setelah dua tahun berdiam di Pengging, Ki Ageng Pengging mendapatkan seorang anak yang diberi nama Karebet. Dia lahir sewaktu ayahnya sedang menikmati pertunjukan wayang beber atau wayang karebet, maka itu lah namanya Karebet.
Ki Ageng Pengging menjadi guru agama yang terkenal dan desanya menjadi makmur karena kepemimpinannya.
Sementara itu Raja Demak, Sultan Bintoro tidak senang dengan kemakmuran Pengging.
" Pengging adalah daerah kekuasaanku, mengapa pimpinan Pengging tidak pernah datang kepadaku dan membayar pajak," Sultan berkata kepada gurunya Sunan Kudus.
" Jadi apa menurut pemikiran anda?" kata Sunan Kudus.
" Saya ingin anda pergi ke Pengging dan katakan kepada Ki Pengging agar datang menghadap saya sekarang juga," kata Sultan.
Sunan Kudus bersama tujuh orang perajurit Demak bersenjata lengkap pergi ke Pengging guna menemui Ki Ageng Pengging.
Dia bertemu dan berhadapan muka dengan Ki Ageng Pengging dirumahnya.
Setelah bercakap-cakap mengenai masalah-masalah yang ringan sifatnya sampailah kepada hal yang prinsip.
" Jadi mengapa saudara tidak pernah datang ke Istana dan menghadap baginda secara langsung?," kata Sunan Kudus
" Saya mohon maaf belum dapat datang sekarang disebabkan banyak hal di Pengging yang harus diselesaikan; tolong sampaikan permintaan maaf saya kepada Baginda," kata Ki Ageng Pengging.
" Saya datang kesini atas perintah Raja guna meminta kepada anda datang ke Istana guna menghadap Raja sekarang juga,ini adalah perintah,apakah kamu mengerti?" kata Sunan Kudus.
Situasi menjadi semakin kritis. Sunan Kudus memegang hulu kerisnya, demikian juga Ki Ageng Pengging; nampaknya keduanya siap untuk berkelahi. Beberapa waktu kemudian mereka saling menusukan kerisnya. Sunan Kudus lebih banyak menyerang dibanding Ki Ageng Tingkir.
Setelah beberapa lama tampak Sunan Kudus berhasil mengatasi lawannya dan memberikan satu tusukan pada lengan atas Ki Pengging. Disebabkan keris Sunan Kudus mengandung racun warangan, maka Ki Ageng Pengging mati seketika.

Ketujuh perajurit pengawalnya dengan gerak cepat membentuk pengawalan kepada Sunan Kudus. Kemudian mereka mundur perlahan-lahan dengan keris ditangannya masing-masing.

Ki Pengging tidak mempunyai pengawal yang profesional, yang ada adalah rakyatnta sebagai petani dan pemukim baru. Mereka melihat pemimpinnya mati ditusuk dan mereka siap membela guna menyerang pengacau dari Demak.

Tanpa diperintahkan, mereka segera menyerang para pengacau dari Demak. Tapi karena perajurit Demak memang profesional dalam berkelahi, maka mereka kalah. Kemudan para pengacau Demak ini pulang kembali ke Demak.

Rakyat di Pengging sangat bersedih dengan kematian pemimpinnya. Empat puluh hari kemudian, isteri Ki Ageng Pengging pun meninggal dunia disebabkan kesedihan yang mendalam.

Mas Karebet tinggal sendirian sebagai yatim piatu. Teman-teman ayahnya sangat bersimpati dengan anak yatim yang malang ini diantaranya Ki Ageng Tingkir; dia memutuskan mengangkat anak.

Disebabkan Karebet tinggal dirumah besar Ki Ageng Tingkir, maka Mas Karebet lebih dikenal dengan nama Jaka Tingkir. Rumah Ki Ageng Tingkir letaknya dilain desa; rumah ini besar karena Ki Ageng Tingkir terkenal kaya raya. Tak berapa lama kemudian, Ki Ageng Tingkir pun meninggal dunia, jadilah Nyonya Ki Ageng Tingkir janda.
Sewaktu umur Jaka Tingkir genap dua puluh tahun, Nyonya Tingkir mengrimnya ke Ki Ageng Sela untuk menjadi muridnya. Pada waktu itu tidak ada sekolah formal, yang ada hanyalah guru yang mengajarkan Silat, seni bela diri tradisional, Agama Islam, dan ilmu spiritualisme dan mistik. Ki Ageng Sela adalah guru yang terkenal sakti.

Rumor mengatakan bahwa dia pernah menangkap kilat dari langit yang akan menghantam mesjid Agung Demak. Oleh sebab itu Masyarakat percaya bahwa dia menpunyai kekuatan Super natural.

Ki Ageng Sela juga mempunyai keturunan Ningrat Majapahit karena dia adalah anak dari Kidang Talengkas atau Jaka Tarub yang kimpoi dengan Dewi.

Jaka Tingkir menghadap Ki Ageng Sela.
" Engkau dapat belajar dari saya tentang ilmu apapun, selamat datang, tetapi dengan satu syarat, apakah kamu setuju?" kata Ki Ageng Sela.
Ki Ageng Sela mempunyai kekuatan supernatural oleh karenanya dia dapat membaca keadaan masa depan demikian pula dengan masa depan dari Jaka Tingkir.
" Saya titipkan anak dan cucu saya kepadamu; bawalah dia didalam kesenangan maupun kesusahan, jangan tinggalkan mereka." kata Ki Ageng Sela.
" Saya akan melaksanakan pesan Guru semampu saya," kata Jaka Tingkir.
" Saya percaya kepadamu. Jika saya tidak salah melihat, maka kamu diramalkan nantinya akan mendapat karunia dari Tuhan berupa kedudukan yang baik dimasyarakat. Oleh sebab itu kamu harus selalu dekat dengan Tuhan dan menjalankan perintahNya.

Jaka Tingkir adalah murid yang cerdas dan rajin; semua ilmu dipelajari dengan baik, maka Guru menjadi senang sehingga Jaka diangkat menjadi anaknya.

Pada suatu malam Ki Ageng Sela bermimpi membabat hutan untuk membuat ladang; sewaktu dia datang ke hutan dia melihat Jaka Tingkir sudah ada disitu bahkan sudah menebang beberapa pohon disitu; kemudian dia terbangun.

Dia berpikir tentang mimpinya, apakah arti mimpi ini. Kata orang mimpi membersihkan hutan berarti akan menjadi raja; kalau begitu Jaka Tingkir akan menjadi raja suatu waktu.

Ki Ageng Sela sebagai keturunan ningrat Majapahit selalu ber-doa memohon kepada Tuhan YME, agar keturunannya kelak dapat menjadi raja suatu saat nanti; dia berdoa agar harapannya dapat terkabul.
" Jaka pernahkah engkau bermimpi yang menurut kamu mimpi itu aneh?, tanya Ki Ageng Sela.
" Pernah guru, saya bermimpi bulan jatuh dipangkuan saya, itu terjadi sewaktu saya bertapa di gunung Talamaya. Dan sewaktu saya bangun, saya mendengar suara dentuman yang berasal dari puncak gunung itu." kata Jaka Tingkir.
" Anakku,itu adalah mimpi yang bagus sekali. Untuk membuka tabir mimpi itu maka sebaiknya kamu pergi ke Demak dan menjadi abdi disana guna merebut posisi yang baik dilingkungan Istana, saya akan berdoa untuk kesuksesan kamu" kata Ki Ageng Sela.

Setelah Ki Ageng Sela memberi wejangan dia melepas keberangkatannya menuju Demak.
Sebelum pergi ke Demak, Jaka Tingkir mampir dulu menemui ibu angkatnya sekedar mengucapkan salam.
Ibu angkatnya terkejut melihat anaknya pulang terlalu awal. " Apakah engkau sudah menyelesaikan tugas belajarmu?, tentu engkau adalah murid terpandai," kata Nyonya Tingkir.
" Tidak ibu, tetapi saya mendapat tugas untuk pergi keDemak guna mengabdi ke Istana." kata Jaka Tingkir.
" Demak?, nampak ketidak senangan Nyonya Tingkir dengan Demak, karena dia teringat akan kematian ayah anaknya yang dibunuh oleh Sultan Bintoro.
" Demak akan mengalami kemajuan dan saya akan mendapat suatu posisi yang bagus dikalangan Istana, demikian ramalan Ki Ageng Sela , guruku," kata Jaka.
" Barangkali dia benar karena dia mempunyai kekuatan supernatural; baiklah saya mendukung rencana ini, dan saya minta kamu untuk tinggal di saudaraku didesa Ganjur, pamanmu disana sebagai lurah Ganjur. Tinggalah disini untuk dua hari karena saya masih kangen dengan kamu," kata Nyonya Tingkir.

Selama tinggal dirumah, Jaka bekerja di sawah bertanam padi. Selagi dia bertanam, ada orang menegur, " Hai Jaka mengapa kamu masih ada disini?, bukankah kamu harus ke Demak secepatnya?" Dia adalah Sunan Kali Jaga, salah satu dari sembilan orang suci yang pertama membawa agama Islam. Sebagai orang alim dia tau akan masa depan Jaka, maka dia menganjurkan agar Jaka segera ke Demak.
Kerajaan Demak dengan raja pertamanya adalah Sultan Bintoro atau Raden Patah. Beliau wafat pada tahun 1518.

Sultan mempunyai anak-anak seperti dibawah ini.
Yang pertama adalah Ratu Mas, beliau menikah dengan Pangeran Cirebon. Walaupun dia anak tertua, tapi dia tidak berhak untuk menjadi Raja, karena perempuan.

Putera yang kedua adalah Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor. Dia diangkat menjadi Raja menggantikan ayahnya. Pada waktu usianya tujuh belas tahun dia ikut bertempur di selat Malaka memerangi orang Portugis, bantu membantu dengan Sultan dari Malaka, Sultan Machmudsyah. Oleh sebab itu dia bergelar Pangeran Sabrang Lor yang artinya pergi keluar negeri. Setelah memerintah Kerajaan selama tiga tahun dia dibunuh oleh seseorang. Rumor di masyarakat mengatakan bahwa yang membunuh adalah adiknya yang terkecil, Pangeran Trenggono.

Anak ke tiga adalah Pangeran Kanduruan atau Pangeran Seda Lepen. Dia seharusnya berhak menduduki tahta kerajaan, tapi sayang dia dibunuh oleh keponakannya sendiri, Pangeran Prawoto, anak tertua dari Pangeran Trenggono.

Jadi Kerajaan Demak berlumuran darah yang dilakukan oleh Sultan Trenggono beserta keluarganya.
Jaka Tingkir akan menghadap Sultan Demak yang pada saat itu adalah Sultan Trenggono. Yang pertama dia kunjungi adalah Lurah Ganjur guna mendapat rumah penginepan. Dia serahkan surat dari ibu angkatnya kepada Ki Lurah.
" Hai Jaka, kamu sekarang sudah besar. Saya teringat pada waktu saya berkunjung terakhir kerumahmu, engkau masih kecil, umyur kamu lima tahun." kata Lurah Ganjur.
" dia seorang pemuda ganteng, sopan dan kuat; jadi saya kira dia akan mudah untuk menjadi abdi dalem Istana," pikir Ki Lurah.
" Hai Jaka besok adalah hari Jumat. Sultan akan sembahyang di Mesjid Agung Demak. Jadi besok pagi-pagi kita bersama-sama akan membersihkan mesjid. Diharapkan Sultan akan melihat kamu dan mengangkat kamu sebagai pengawalnya atau abdi dalem." kata Ki Lurah.
" Terimakasih, ini adalah kesempatan saya untuk melihat Sultan yang terkenal itu dari jarak dekat dan juga untuk pertama kalinya," kata Jaka Tingkir.
Pagi-pagi sekali Ki Lurah beserta stafnya dan juga Jaka sudah berangkat ke Mesjid untuk bekerja membersihkan Mesjid dan halamannya.

Disebabkan Jaka terlalu tekun dengan pekerjaannya, dia tidak melihat atau menyadari kalau Sultan dan rombongannya sudah dekat akan memalui tempatnya. Jika dia pergi begitu saja maka dia akan membelakangi Sultan. Tetapi jika dia diam ditempat itu, tentu dia akan dilanggar oleh Sultan beserta rombongannya. Tempat dia sedang bekerja adalah diantara dua kolam yang tempatnya sempit, tempat lalu Sultan. Tiba-tiba dia melompat melewati kolam. Itu adalah salah satu pelajaran silat yang diajarkan oleh Ki Ageng Sela.

Sultan dan rombongan sangat terkejut begitu juga Ki Lurah Ganjur. Sultan mendekati Lurah Ganjur dan memberi tanda agar anak muda tadi untuk datang menemuinya sesudah sembahyang Jumat.
Ki Lurah Ganjur pucat mukanya," hukuman apa yang akan dijatuhkan Sultan kepada Jaka Tingkir?"
" Tingkir tindakanmu tadi adalah melanggar kesopanan. Sultan berkenan menemuimu nanti setelah sembahyang Jumat, saya harapkan Sultan tidak akan memberimu hukuman," kata Ki Lurah Ganjur.
" Saya minta maaf paman; saya tidak menyadari kalau Sultan dan rombongan tiba-tiba sudah ada dimuka saya," kata Jaka Tingkir.
" Apa yang harus saya katakan kepada ibumu, Nyonya Tingkir, jika Sultan memberikan hukuman," kata pamannya.
" Akankah dia memberi hukuman?, saya hanya melompati kolam, kemudian dihukum karena tindakan itu?," kata Jaka
" Dengan berbuat seperti itu kamu telah pamer kepandaian silatmu. Kamu tahu bahwa Demak ini adalah gudangnya master Silat," kata pamannya.
Tidak berapa lama kemudian Sultan beserta rombongan sudah keluar dari mesjid dan menemui Jaka tingkir, " siapakah namamu anak muda?, kata Sultan.
" nama saya Jaka Tingkir,'
" Siapakah orang tuamu?, tanya Sultan
" Orang tua saya bernama Ki Ageng Tingkir, masih ada hubungan keluarga dengan Ki Lurah Ganjur, bahkan saya juga bermalam di rumah Ki Lurah." jawabnya.
" Hmm,...kamu tidak pernah cerita bahwa kamu mempunyai seorang keponakan Ganjur. Anak muda besok kamu menghadap saya di Istana," kata Sultan.

Pendek cerita, Jaka Tingkir diterima sebagai "abdi dalem" pegawai Istana.
Dua tahun kemudian dia diangkat sebagai Tumenggung di kalangan militer Kerajaan Demak, karena dia pandai, cerdas berilmu dan tahu membawa etiket Kerajaan.

Dia mengadakan reorganisasi kalangan militer di Kerajaan dan melatih ketrampilan perajurit Demak yang menjadikan militer Demak cukup disegani. Sultan sangat senang dan puas kepada hasil kerja Jaka Tingkir, sehingga dia mengangkat anak kepada Jaka Tingkir.

Disebabkan Jaka Tingkir adalah pemuda yang ganteng, maka banyak wanita-wanita mengharapkan menjadi kekasihnya.

Pada suatu hari, selagi Jaka bertugas di Istana, dia melihat seorang wanita cantik tanpa sengaja. Dia adalah Puteri Mas Cempa yang tinggal di kaputren. Tidak seorangpun boleh masuk kedalam kaputren tanpa seizin baginda. Puteri pun melihat dia, maka keduanya saling jatuh cinta.
" Mana mungkin Baginda mengambil mau saya sebagai menantu, karena saya hanyalah pemuda desa. Tapi melihat matanya, nampaknya dia jatuh hati juga sama seperti saya. Bagaimana cara saya mengutarakan rasa cinta saya kepadanya, kalau saya tidak diperkenankan masuk kedalam Kaputren?, itu adalah permasalahan Jaka." pikir Jaka Tingkir.

Dia hampir melupakannya, tetapi pada suatu hari seseorang mengantar surat rahasia dari dia, Puteri. Dia mengundang datang ke Kaputren, dia juga menyertakan peta jalan rahasia untuk sampai ke Kaputren sehingga tidak ada seorangpun mengetahui kehadirannya di Kaputren. Sejak itu terjadilah beberapa pertemuan rahasia diantara kedua pasang muda mudi yang sedang dimabuk asmara. Sejauh ini lancar-lancar saja, karena tidak ada yang tau pertemuan tersebut. Hanya teman-temannya mencurigai dia sedang dilanda asmara karena sering kedapatan melamun.

Pada akhirnya pengawal kerajaan melihat dari kejauhan, Jaka Tingkir bersama Puteri Mas Cempa berada di Kaputren. Kemudian melaporkan ke Baginda dan Baginda segera memanggil Jaka menghadapnya.
" Mengapa engkau berani melanggar aturan memasuki Kaputren? tanya Sultan
Belum pernah Jaka melihat Sultan kelihatan semarah hari ini karena dia memang belum pernah berbuat kesalahan.Nafasnya menjadi sesak dan mukanya pucat Dia tidak pernah berkata bohong, maka juga saat ini.
" Tuanku, saya dengan Puteri Mas Cempa sedang merundingkan sesuatu," katanya
" Apa itu?," tanya Sultan.
" Kami berdua saling jatuh cinta," kata Jaka.
" Beraninya kamu, kamu harus tau dan menyadari, kamu hanyalah pemuda rakyat biasa dari kampung, kamu hanyalah petugas layan Istana kami. Mulai sekarang kamu dipecat dan dihukum. Kamu masuk hutan tanpa membawa senjata dan saya akan perintahkan semua perajurit Demak untuk menangkap kamu hidup atau mati. Saya akan umumkan bahwa kamu telah mencuri pusaka keramat Kerajaan, baju antakusumah, sekarang pergi, saya tidak mau melihat kamu lagi," kata Sultan.

Sangat buruk dan bahkan lebih buruk disebabkan mencuri baju antakusumah berarti bukan saja perajurit Demak akan mengejarnya bahkan semua rakyat Demak akan ikut mengejar.
" Maafkan saya Tuan, saya akan melaksanakan perintah Tuan. Bila saya gagal dan mati, maafkan saya dan Ratu Mas Cempa, kami berdua saling mencintai," kata Jaka.
Kemudian dia pergi masik hutan. Sepanjang itu tidak ada seorang perajuritpun yang mengikutinya guna membunuhnya.

Sultan dibalik itu merasa sangat tertekan dan penuh penyesalan karena dia sebenarnya membutuhkan dia sebagai perajurit yang baik, organisatoris yang handal dan seorang pemuda yang ganteng. Jaka adalah pemuda sempurna tanpa cacat yang dapat ditemukan. Bahkan dia adalah sempurna sebagai memantunya. Sultan tidak mengetahui bahwa dia sebenarnya adalah berdarah biru dari kerajaan Majapahit, musuhnya.
Jaka meninggalkan Demak dengan cepat. Tanpa tujuan, hanya kesedihan yang mendalam dan frustrasi kehilangan kekasihnya Ratu Mas Cempa. Sewaktu dia beristirahat dibawah pohon disuatu hutan, seseorang datang menghampiri, " Hai anak muda mengapa kamu berada di hutan yang angker ini?, " tanya orang tua.
" Saya Jaka Tingkir dari desa Tingkir. Saya adalah anak dari Ki Ageng Pengging. Orang tua saya sudah mennggal dunia sewaktu saya masih muda, kemudian saya diangkat anak oleh Ki Ageng Tingkir jadi nama saya adalah Jaka Tingkir.

Matanya menjadi basah karena menangis. " Oh anakku ayahmu adalah temanku, nama saya adalah Ki Ageng Butuh. Jadi apa yang terjadi dengan kamu sehingga kamu berada dihutan ini?" tanaya Ki Ageng Butuh.
Dan jaka menceritakan apa yang terjadi.
" Jadi apa rencana kamu selanjutnya?"
" Saya tidak tau, mungkin saya akan bunuh diri," kata Jaka.
" Jangan lakukan itu anakku, Itu tidak baik, saya tau pikiran kamu sedang kacau karena kamu sedang mendapat kesulitan dan kesedihan yang mendalam. Alangkah baiknya jika kamu datang kerumahku dan semua nya akan menjadi dingin dan tenang." kata Ki Ageng Butuh.
Jaka Tingkir setuju atas saran itu dan menginap selama seminggu atau lebih dirumahnya. Ada juga disana tetangganya, Ki Ageng Ngerang yang juga teman ayahnya. Kedua orang itu mengajarkan Jaka ilmu Mystic dan ilmu spiritualism yang membuat Jaka menjadi orang baik, sopan dan bijaksana.
Sesudah satu bulan, Jaka Tingkir ingin kembali ke Demak. Mengharapkan Sultan sudah dapat melupakan dosanya dan dapat menerimanya seperti sebelumnya. Sesudah mengucapkan terimakasih dan salam kepada kedua gurunya, dia meninggalkan desa Butuh pergi ke Demak.

Dia sampai ke pintu gerbang kerajaan dan menemui pengawal disana yang masih mengenalinya sebagai tutor pendidikan kemiliteran. Mereka bercakap dan berdiskusi mengenai situasi Istana. Tetapi Sultan masih marah kepada Jaka, kata pengawal itu.

Jaka sangat kecewa dengan keterangan itu, dia meninggalkan Demak dan menuju Pengging, kota kelahirannya.
Dia meninggalkan Pengging sewaktu dia berumur dua tahun, maka tampak agak aneh kota itu. Dia bertanya kepada seseorang di jalan, dimana kuburan ayahnya. Dia pergi kekuburan ayahnya guna memberikan bunga. Dia tertidur dikuburan karena dia terlalu lelah berjalan. Dia bermimpi seseorang datang kepadanya dan berkata, " anakku Karebet, jangan bersedih jangan biarkan hidupmu menjadi sia-sia. Jadi kamu harus pergi ke desa Banyu Biru dan temui Ki Buyut Banyu Biru, jadilah muridnya dan patuhi semua perintahnya. Aku adalah ayahmu, Ki Ageng Pengging.

Dia terbangun dan merasa aneh karena mimpi itu seperti sungguhan terjadi.
Siapakah Ki Buyut Banyu Biru?. Dia sebenarnya adalah Kebo Kanigara, kakak dari ayahnya.

Ki Banyu Biru paman Jaka Tingkir adalah guru yang terkenal, banyak anak-anak muda datang berkunjung untuk menjadi muridnya,diantaranya adalah Mas Manca dari desa Calpitu di kaki Gunung Merapi. Ayahnya adalah tantama dari militer Majapahit bernama Jabaleka. Murid yang lain adalah Ki Wuragil dan Ki Wila adalah keponakan dari Ki Banyu Biru sendiri.

Ki Banyu Biru mempunyai kesaktian untuk mendapat inspirasi bahwa dia akan menerima seorang murid yang akan menjadi Raja terkenal ditanah Jawa. Pada sore harinya datanglah Jaka Tingkir yang melamar menjadi muridnya. Ki Banyu Biru menerima dengan senang hati. Jaka Tingkir belajar dengan rajin dan dia juga dapat berteman dengan murid-murid yang lain. Dalam tempo tiga bulan dia sudah dapat menguasai semua ilmu dan lulus dalam ujian.
" Jaka tiga bulan sudah cukup untuk kamu belajar ilmu dari saya, nah sekarang kamu kembali ke Demak dan menghadap Sultan kembali," kata Ki Banyu Biru.
" Tetapi saya takut, karena Sultan akan menolak saya," kata Jaka.
" Jangan takut dan jangan ragu-ragu anakku; Sultan akan mengadakan kunjungan ke gunung Prawata pada musim ini seperti biasanya dan kamu dapat menemui dia disana; ini saya bekali kamu segenggam tanah," kata Ki Banyu Biru.
" Segenggam tanah? untuk apa?,"
" Pada perjalanan kamu nanti, kamu akan menemui kerbau Danu di kaki gunung Prawata; jejali dia dengan tanah ini, kerbau itu akan mabuk dan mengamuk; ikuti dia kemana larinya; dia akan menuju ke alun-alun dimuka villa Raja; kemudian Raja akan meminta kamu untuk menangkap binatang itu," kata Ki Banyu Biru.
" Menakjubkan planing Ki Banyu Biru, tetapi mungkin ini merupakan ramalan bukan rencananya," pikir Jaka.
" Saya harap rencana ini akan terealisasi nantinya," kata Jaka.
" Jaka kamu akan ditemani oleh Ki Manca, Ki Wuragil dan Ki Wila. Jadilah tim yang kompak dalam menghadapi semua hal," kata Ki Banyu Biru.

Kempat anak muda itu memulai perjalanannya menuju gunung Prawata. Pada perjalanannya mereka memerlukan tempat bermalam. Lurah disuatu desa menawarkan rumahnya untuk menginap. Lurah itu bernama Bahureksa. Mereka menerima tawarannya.

Adalah seorang gadis cantik dan menarik dan juga pandai bergaul tinggal dirumah itu. Dia adalah anak gadisnya Ki Lurah sendiri, namanya Kaninten. Jaka tertarik dengannya dan Kanintenpun merespon, maka jadilah cinta kilat. Karena mereka hanya tinggal dua hari saja, maka Jaka dan kawan-kawannya minta pamit kepada Ki Lurah untuk meneruskan perjalanannya.
" Ki Lurah, kami berterimakasih atas layanan, selanjutnya kami minta diri untuk meneruskan perjalanan kami," kata Jaka.
" Sebelum engkau pergi, saya ada berita dari anak saya yang mengatakan bahwa kamu telah mempermalukan anak saya. Maka saya minta kepada kamu, Jaka Tingkir, untuk mengawini anak saya," kata Ki Lurah.
" Saya tidak melakukan apa-apa; saya minta maaf jika dalam pergaulan saya telah menykiti anda semua,"
" Saya memaksa atau saya akan bunuh kamu semua," kata Ki Lurah.
" Saya sudah mempunyai kekasih yang akan saya kimpoii segera, dia adalah Ratu Mas Cempa, puteri kerajaan Demak; saya tidak bisa mengawini Kaninten," kata Jaka

Bahureksa memegang hulu kerisnya dan menusuk dengan gerakan cepat. Jaka menghindar dan kemudian membalas dengan pukulan yang tepat kemukanya. Walaupun tanpa senjata, Jaka dapat mengatasi serangan Bahureksa karena dia adalah muridnya Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Banyu Biru. Dalam beberapa menit, Jaka memberikan pukulan terakhir, jadilah dia pemenang didalam pertarungan ini. Tetapi pasukan Jagabaya atau semacam pasukan privat telah mengepung keempat anak muda itu.
" Hai anak muda engkau telah mempermalukan anak gadis kami yang terbaik, maka engakau tidak dapat keluar dari desa kami ini; engkau harus mati atau kami yang mati," kata pemimpin Jagabaya.
" Tenang ki Sanak, saya tidak melakukan sesuatu atau menyakiti Kaninten, bahkan dia sekarang baik-baik saja; saya tidak melakukan sesuatu, sumpah, saya minta maaf," kata Jaka.
" Baiklah, atas nama Bahureksa saya akan merundingkan kepada kamu; saya menawarkan, untuk kompensasi malu Kaninten saya minta kamu membayar seribu Kepeng," kata kepala Jagabaya.
" Baiklah saya terima tawaranmu," kemudian Jaka membayar.

Mereka mendapatkan pengalaman berharga di desa Bahureksa ini tentang wanita. Jaka Tingkir harus mengendalikan keinginannya kepada wanita dimasa akan datang. Wanita itu dapat merubah nasib seorang laki-laki dan dapat merubah karir seorang laki-laki.

Mereka meneruskan perjalanannya ke gunung Prawata guna menemui Sultan. Setelah sampai dikaki gunung mereka melihat seekor kerbau sedang merumput, ini tentulah kerbau Danu yang dikatakan oleh Ki Banyu Biru. Dan tentunya padang rumput ini sudah dekat dengan Vila Raja. Jaka Tingkir mengambil segenggam tanah dari kantung nya dan mendekati kerbau tadi, " kalem, sedikit kerbau," kemudian dijejalkan tanah itu kedalam mulutnya. Beberapa menit kemudian, Kerbau itu menggoyang-goyangkan kepalanya, matanya mulai merah dan kakinya mulai digaruk-garukan ketanah. Berhasil kerja tanah tadi.

Kerbau Danu benar-benar mabuk, dia lari dengan cepat kearah pasar. Dia lari dengan cepat menabrak apa-apa yang didepannya. Orang-orang dipasar gempar dan lari menyelamatkan diri sambil berteriak-teriak. Tidak seorangpun yang dapat emnangkap atau menenangkan kerbau itu, bahkan perajurit-perajurit Demak, sehingga salah seorang perajurit menghadap Sultan langsung dan melapor," Tuan, ada seekor kerbau yang mengamuk menghancurkan apa saja di pasar, tak seorangpun yang sanggup melawannya,"
" Seekor binatang mengamuk dan tak seorangpun berusaha. Baiklah, saya perintahkan kepada kamu untuk memobilisasi perajurit guna menangkapnya, giring dia kearah alun-alun dan buatkan sebuah panggung untuk saya guna mengamati alun-alun," kata Sultan.
" Baik Tuanku"
Kerbau Danu adalah kerbau besar yang garang, memasuki alun-alun. Ada beberapa serdadu yang mencoba menangkapnya tetapi gagal bahkan beberapa perajurit terluka dan yang lain menjadi takut. Beberapa pekerja sibuk membuat panggung untuk raja mengamati. Hari itu adalah hari ketiga sejak Danu mabuk dicekoki tanah kedalam mulutnya.

Sultan dan pengikutnya duduk di panggung. Dia menarik kesimpulan bahwa semua serdadunya telah gagal. Sementara itu orang-orang dari kampung dan kampung sekitarnya telah datang kepinggir alun-alun menonton kerbau yang mabuk. Diantaranya adalah Jaka Tingkir dan teman-temannya. Tiba-tiba Sultan melihat Jaka diantara rakyat tanpa sengaja. Sultan memberikan tanda kepada bawahannya dan berkata," adakah kamu melihat anak muda yang berada disana. Dia pasti Jaka Tingkir. Katakan kepadanya untuk menangkap kerbau. Jika dia berhasil, saya akan memberikan pengampunan atas dosa-dosanya." Pengawal mendekati Jaka Tingkir, " Hai Jaka, Sultan meminta kamu untuk menangkap kerbau itu, jika kamu berhasil Sultan akan memberikan pengampunan atas dosa-dosa kamu."

"Bnarkah, saya akan mencoba, terimakasih banyak," kata Jaka. Dia melompati pagar alun-alun dan mendekati panggung dan tunduk menghormat menghadap Sultan. " Ini adalah kesempatan saya untuk mempraktekan ilmu silat saya dari Ki Ageng Banyu Biru dan Ki Ageng Sela. Dan juga kesempatan saya untuk kembali kepada karir saya dan tidak ketinggalan untuk bersatu kembali dengan Ratu Mas Cempa," pikir Jaka.
" Tuanku, saya akan mencoba semua kemampuan saya, doakan saya," kata Jaka.

Dia berbalik menghadapi binatang itu. Kerbau itu lari kearahnya dengan kepala ditundukkan. Jaka menghindar dan Jaka kembali dari belakang kerbau guna menangkap ekornya. Dia berhasil menangkap ekornya dan menarik sekuat tenaganya sampai kerbau itu pingsan. Dia memukul kepapala kerbau itu dengan tinjunya sampai kepala kerbau itu pecah. Kerbau mati dalam sekejap.
Para penonton berteriak gembira ria, " Hidup Jaka, Hidup Jaka,'

Mas Manca, Ki Wuragil dan Ki Wila bersorak-sorak gembira, kemudian mereka melompati pagar dan mendekati Jaka. Ki Manca menggendong Jaka dipunggungnya dan berkeliling lapangan diikuti oleh teman-temannya. Sampai dimuka panggung mereka berhenti dan memberi hormat kepada baginda." Sangat baik Jaka,kamu hebat, engkau menghadap saya satu hari setelah besok," kata Sultan dan tampak dia tersenyum yang menandakan bahwa dia tidak marah lagi.
" Kanjeng Sinuwun, saya Jaka Tingkir bersama teman-teman saya menghadap baginda, saya akan datang ke istanamu sesuai perintah mu," kata Jaka.

Hari dimana dia harus menghadap Sultan adalah hari yang terindah didalam hidupnya, hari karunia dari Tuhan YME. Dia duduk dilantai dengan kaki bersila layaknya seorang rakyat Jawa menghadap Rajanya. Kemudian baginda bersabda, " Jaka mulai sekarang kamu menduduki pos mu sebagai Tantama didalam kemiliteran Demak," Tamtama adalah salah satu kedudukan yang cukup tinggi didalan ranking militer Demak.

Kabar dari masyarakat Demak yang dia dengar, tidak seorangpun mau mengikuti Jaka guna membunuhnya pada waktu Jaka diusir dari Jabatannya dan dihukum. Bukan saja mereka takut tetapi juga mereka menghormati Jaka. Setiap perajurit Demak mengakui bahwa Jaka adalah pemimpin yang karismatik. Rumor yang tersebar dimasyarakat bahwa Jaka pernah membunuh salah seorang perajurit yang ingin menangkapnya sewaktu dijatuhi hukuman, dengan melempar daun sirih saja.

Setelah enam bulan berjalan, Sultan menaikan pangkatnya menjadi Tumenggung yang setara denga Jenderal dalam kemiliteran modern. Jaka bersyukur kepada Tuhan YME atas karuniaNya yang diberikan dan bekerja lebih keras lagi guna memperbaiki militer Demak. Sultan masih berambisi untuk memperluas Kerajaannya kearah Supit Urang, Mataram dan Pasuruan, oleh sebab itulah militer Demak harus lebih baik dari sebelumnya.

Pada akhirnya Sultan memutuskan mengangkat Jaka Tingkir sebagai menantunya. Alangkah senangnya dia dan juga teman-temannya tidak dapat dikatakan. Jadi tidak ada lagi pertemuan rahasia dan tidak ada lagi pengawal yang melaporkan kepada Raja apabila Jaka bertemu dengan Ratu Mas Cempa di Kaputren. Semua berjalan normal dan legal sekarang.

Sultan mengadakan pesta pernikahan anaknya yang terakhir, antara Jaka Tingkir dengan Ratu Mas Cempa. Semua rakyat mendukung dan merestui pernikahan pasangan yang serasi ini. Setelah pesta pernikahan, Sultan menganugrahi kepangkatan kepada Jaka sebagai Bupati di Pajang, jadilah dia Adipati Pajang. Pajang nama sebelumnya adalah Pengging.

Pada waktu itu Demak memulai ekspansinya menyerang Supit Urang dan Mataram. Keduanya dapat ditundukan dengan mudah. Kemudian menyusul Pasuruan. Sultan sendiri memimpin penyerangan disertai dengan puteranya yang kedua, Pangeran Timur dan tentu saja dengan Jaka Tingkir. Pada penyerangan ke Pasuruan, Sultan gugur dibunuh oleh dayangnya sendiri di tendanya. Dayang itu adalah suruhan Pangeran Aryo Penangsang, putera dari Pangeran Kanduruan. Dulu Pangeran Kanduruan dibunuh oleh keponakannya sendiri Pangeran Prawoto, putera dari Sultan Trenggono.

Pasukan Demak ditarik mundur dari peperangan bersama dengan mayat Rajanya. Kemudian di Demak dilakukan penobatan raja baru yaitu Pangeran Prawoto dengan gelar Sultan Mukmin, menggantikan ayahandanya, Sultan Trenggono. Sunan Giri sangat mendukung penobatan tersebut. Sunan Giri adalah salah satu dari sembilan orang suci. Jadi dia mempunyai pengaruh politik didalam kesultanan Demak. Sultan Prawoto juga dilantik sebagai pemimpin agama, maka dia juga disebut sebagai Sunan Prawata.

Jaka Tingkir dan keluarganya tinggal di Pajang sebagai Adipati Pajang. Mereka bekerja keras membangun daerahnya. Rakyat sebetulnya lebih setuju memilih Jaka sebagai raja mereka, jika ada pemilihan bebas seperti di era moderen, oleh sebab itu banyak rakyat yang pindah ke Pajang untuk menjadi rakyatnya Adipati Pajang. Semua temannya dan rakyatnya mendukung dia menjadi raja, maka Jaka mengangkat dirinya sebagai Raja denga gelar Sultan Hadiwijoyo. Ibukota kerajaan adalah Pajang, maka kerajaannya pun bernama Kerajaan Pajang.

Kerajaan Demak semetara itu mengalami kemunduran sejak Sultan Prawoto sakit. Rakyat disitu pun tidak protes dengan berita Jaka Tingkir mengangkat dirinya menjadi Raja; mereka berpendapat bahwa wahyu keprabon memang jatuh kepada Jaka Tingkir yang berarti memang Tuhan YME menghendaki dia sebagai Raja.

Sultan Hadiwijoyo tidak melupakan janjinya kepada Ki Ageng Sela, maka dia memanggil keluarga gurunya untuk didudukan sebagai pembantu-pembantunya di kerajaan; Sultan memanggil Ki Ageng Ngenis, putera Ki Ageng Sela. Ki Ageng Ngenis membawa puteranya, Ki Ageng Pemanahan.

Kita dapat membuat catatan kecil mengenai pembantu-pembantu Sultan Hadiwijoyo seperti dibawah ini :
Mas Manca diangkay sebagai patih Pajang dan bergelar Patih Mancanegara. Dia menjadi tangan kanan Sultan Hadiwijoyo dan banyak berjasa dalam perkembangan Pajang.
Ki Wuragil dan Ki wila diangkat sebagai Bupati dalam, banyak berjasa dalam pengembangan wilayah seperti membuka lahan pemukiman dan perladangan.
Ki Ageng Banyu Biru diangkat sebagai penasehat kerajaan atau Pepunden.
Sultan juga tidak melupakan Ki Ageng Sela, seperti sudah diterangkan diatas.
Ki Ageng Ngenis, putera Ki Ageng Sela diberikan desa perdikan yang disebut desa Nglaweyan.
Selain Ki Ageng Pemanahan,sebagai putera tertua, Ki Ageng Ngenis juga mengangakat anak yang namanya Panjawi. Kedua puteranya ini adalah murid dari Sunan Kali Jaga. Oleh Sultan Hadiwijoyo keduanya ditugaskan sebagai kepala pasukan tamtama Pajang dan juga Keduanya diangakat saudara oleh Sultan.
Ki Ageng Pemanahan mempunyai putera seorang bernama Raden Bagus Danang. Kemudian hari puteranya ini diangkat anak oleh Sultan Hadiwijoyo sebagai "lanjaran' karena Sultan tidak mempunyai anak. Pangeran ini dikenal dengan nama Ngabehi Lor Ingpasar.
Ki Ageng Pemanahan juga membawa kakak iparnya bernama Ki Jurumartani didalam pemerintahan Sultan Hadiwijoyo.
Sementara itu Aryo Penangsang, Adipati Jipang Panolan tidak merasa puas dan marah besar, " Beraninya si Jaka Tingkir mengangakat dirinya sebagai Raja, lalu dengan demikian saya berada dibawah kekuasaannya dan saya harus melapor, tidak sudi. Seharusnya saya adalah Raja Demak, karena saya adalah putera Pangeran Kanduruan dan bukan si Prawoto".

Adipati Jipang sangat frustrasi karena skenarionya gagal. Misinya membunuh Sultan Trenggono berhasil dengan sukses, seharusnya diikuti dengan penobatan dia sebagai Raja Demak pada langkah berikutnya. Mengapa tidak ada orang mendukung dia sebagai Raja, bahkan kakeknya yang diharapkan tidak juga mendukungnya. Oleh sebab itulah dia bermaksud pergi ke Kudus hendak mencurahkan ketidak puasannya dan nasibnya kepada kakeknya, Sunan Kudus. Mengapa dia gagal menjadi Raja.

Sebagaimana diketahui Sunan Kudus adalah pembunuh ayah Karebet. Tetapi didalam cerita ini dikatakan bahwa Sunan Kudus juga sebagai salah satu gurunya Karebet. Jadi Sultan Hadiwijoyo menghormati Sunan Kudus, sekalipun dia adalah pembunuh ayahnya.

Sebaliknya Sunan Kudus adalah kakeknya Aryo Penangsang. Oleh sebab itulah Sunan Kudus selalu membela cucunya. Bukan hanya cucunya tetapi juga Sunan Kudus adalah gurunya.
Adipati Jipang Panolan beserta seluruh stafnya datang ke Kudus, menghadap Sunan Kudus. Dia datang dengan marah dan muka yang masam, tidak tersenyum dan tidak hormat kepada semua yang orang yang ditemuinya di Kasuhunan.
" Penangsang, bukan caranya begitu, menghadap saya dengan muka marah dan masam seperti kamu itu," kata Sunan Kudus dengan marah.
" Saya minta maaf, Eyang benar, saya lagi muak, mengapa Prawoto yang menjadi Raja, seharusnya saya. Percuma saya melenyapkan Paman Trenggono," kata Aryo Penangsang.
" Hai jangan ngomong sembarangan, ngawur seperti itu. Apakah kamu datang hanya ingin mencurahkan kemarahanmu?, kata Sunan Kudus dengan lebih marah.
Aryo Penangsang demikian sombong sehingga dia merasa biasa saja sewaktu mengatakan bahwa dia yang melenyapkan Sultan Trenggono. Hal ini yang membuat Sunan Kudus marah besar.
" Maaf Eyang Guru,bukan maksud saya mau marah-marah dimuka guru, tetapi saya memang sedang frustrasi," kata Aryo Penangsang.
" Baiklah saya dapat mengerti apa yang sedang kamu hadapi, tetapi hadapilah masalah ini dengan kalem dan mudah," kata Sunan Kudus.
" Semua orang yang mengetahui sejarah Demak, tentu akan setuju bila saya sebenarnya adalah Raja yang syah,karena saya adalah putera Pangeran Kanduruan, tetapi mengapa semua orang tidak mendukung saya, bahkan Eyang sendiri tidak mendukung, " kata Aryo Penangsang Dia sudah mengatakan maaf tidak akan marah, tetapi kali ini marah lagi bahkan marah langsung kepada Eyangnya.
Dia meneruskan," Saya juga sakit hati dengan tindakan si Karebet yang tidak diduga langsung menjadi Raja, beraninya dia, apa pangkatnya dia dan dia tidak menghargai saya tidak memandang martabat saya. Saya tidak setuju Jipang Panolan dibawah kekuasaan Pajang.
" Baiklah, apakah kamu sudah puas mencurahkan semua masalahmu? Jangan dikira aku kakekmu diam berpangku tangan, tidak, bahkan saya berpikir bagaimana memecahkan masalah ini,"
" Apa pendapatmu, bila seseorang sebagai muridku berchianat kepada almamaternya dan pergi berguru kepada orang lain?" kata Sunan Kudus.
" Siapakah dia yang dimaksud guru?,"
" Dia adalah Pangeran Prawoto. dia lari dan berguru kepada Sunan Kali Jaga," kata Sunan Kudus.
" Jadi apa yang akan kita lakukan guru?"
" Engkau adalah muridku, apakah engkau mau bermaksud membersihkan sekolahmu dari penghianat seperti Pangeran Prawoto?" kata Sunan Kudus.
" Akan kita bunuhkah dia Guru?,"
"Saya tidak mengatakan itu," kata Sunan
" Guru katakanlah denganjelas dan tegas," kata Aryo Penangsang.
" Penangsang jangan memaksa saya, berbicara harus dengan sopan kepada gurumu," kata Sunan Kudus.
" Maaf, tetapi saya akan menunggu perintahmu," kata Aryo Penangsang.
" Tidak, saya tidak akan mengeluarkan perintah. Kamu datang ke Kudus dengan kemarahanmu untuk membunuh Sultan Prawoto dan Jaka Tingkir, itu semua adalah masalahmu, dan bukan masalah saya," kata Sunan Kudus.
" Apakah engkau merestui Eyang?, " kata Aryo Penangsang.
" Tidak, saya ingin mengatakan bahwa saya tidak pernah memberi kamu perintah untuk membunuh Sultan Prawoto dan Jaka Tingkir, tetapi saya juga tidak pernah mencegahmu. Tetapi harus diingat bahwa Sultan Prawoto bukan saja seorang Raja tetapi juga seorang pemimpin Agama. Jadi apa bila terjadi sesuatu yang tidak baik dengannya, negeri ini akan geger," kata Sunan Kudus.
" Saya tidak perduli. Saya siap apapun yang akan terjadi bahkan saya siap untuk menyatakan perang dengan Kerajaan Demak," kata Aryo Penangsang.
Aryo Penangsang dan Patih Matuhun kembali ke Jipang Panolan.
Pada Istananya, Aryo Penangsang memanggil pengawalnya yang terbaik, namanya Rangkud untuk diberi tugas.
" Rangkud kamu mempunyai tugas dari saya. Saya tau bahwa tugas ini berat bagimu, bunuh raja Demak."
" Jangan katakan tidak, setiap perajurit Jipang Panolan adalah pembrani dan tidak takut mati untuk Negaranya dan Rajanya, kamu mengerti?," kata Aryo Penangsang.
" Tetapi,...."
" Tidak ada tetapi, kerjakan perintah ssaya,"
" Raja Demak mempunyai kesaktian yang mana keris saya tidak akan mempan menembus tubuhnya," kata Rangkud.
" Jangan takut akan hal itu, ambil keris kamu dan bawalah kepada Sunan Kudus, Sunan akan membacakan mentera dikeris kamu, maka besi tua itu akan bertuah."
Keris atau pisau dua mata berombak adalah benda yang dipercaya oleh masyarakat mempunyai daya magis.
Bahkan setiap keris mempunyai nama yang menandakan bahwa benda-benda itu keramat.
Rangkud berangkat ke Kudus mengendarai kudanya dengan cepat. Tempat pertama yang dikunjungi adalah Sunan Kudus untuk meminta jampi-jampi bagi kerisnya agar bertuah. Sesampainya disana kelihatan Sunan sudah menunggu; nampaknya dia sudah tau akan kedatangan Rangkud dan tau apa maksudnya. Kemudian keris diterimakan dan dibacakan jampi-jampi. Setelah itu keris diserahkan kembali sambil beliau berpesan, " Rangkud jalankan perintah tuanmu dengan baik; engkau adalah orang yang dipercaya; saya beritahukan bahwa tugas kamu menjadi ringan disebabkan Sultan sedang sakit sekarang ini."
" Ya Sunan, saya akan menjalankan perintah dengan baik," kata Rangkud.
Sesampainya dipinggir kota Demak, dia titipkan kudanya kepada seseorang dikampung. Dan dengan cepat dia  pergi ke Istana pada tengah malam. Dia tidak dapat memasuki Istana karena dipintu gerbang ada  penjaganya. Kemudian dia duduk bersila diatas rumput dan membacakan mentera agar semua perajurit yang bertugas jaga dapat megantuk dan akhirnya akan tertidur nyenyak. Beberapa menit kemudian, dunia seolah-olah menjadi sunyi, tidak ada suara bahkan tidak ada suara jangkrik. Para perajurit tertidur, demikian penjaga pintu gerbang.
Rangkud memasuki Istana tanpa halangan apa-apa karena semua penjaga tertidur. Akhirnya dia sampai ke
tempat tidur Raja. Dimuka pintu kamar tidur Raja ada empat penjaga yang tertidur. Rangkud melangkahi tubuh tubuh yang tertidur perlahan-lahan dan membuka pintu kamar. Beruntung dia karena pintu kamar tidak terkunci." Selamat datang anak muda dan laksanakan tugasmu dengan baik; apakah engkau tidak menyadari bahwa engkau memasuki kamar Raja Demak untuk maksud pembunuhan dan sadarkah engkau bahwa engkau akan dihukum, hukuman mati,' kata Sultan Prawoto.
Rangkud terkejut, mengapa Sultan tidak tertidur seperti semua orang di Istana. Tentunya Sultan mempunyai
kesaktian yang tak mungkin dibunuh. Rangkud bermaksud lari dari situ, tetapi dia teringat akan tugas dari
Tuannya, Aryo Penangsang. Maka dia genggam hulu kerisnya dan maju perlahan-lahan. " Siapakah engkau anak muda?, mengapa engkau mau membunuhku? Siapa yang menyuruhmu membuhuhku?,
tanya Sultan. " Saya Rangkud, tamtama dari Jipang Panolan; Aryo Penangsang yang menyuruhku membunuhmu; Saya harus siap melaksanakan semua perintah layaknya seorang perajurit yang harus melaksanakan perintah Rajanya," Jawab Rangkud.
" Baiklah laksanakan tugasmu, tetapi dengan satu syarat saya mohon kepadamu, jangan melukai isteriku, karena  dia tidak tersangkut dengan bisnis ini," kata Sultan. Nampaknya Sultan menyadari kesalahannya membunuh ayah Aryo Penangsang waktu dulu, dan sekarang dia akan membayar semua hutangnya.
" Baik Sultan saya akan melaksanakan tugas saya dan saya berjanji tidak akan melukai isterimu," kata Rangkud. " Ingatlah bila engkau melukai isteriku, maka engakau akan mati dan bukan aku," Kata Sultan.
Sementara itu isteri Raja terbangun dan terkejut," Lihat kakang Prabu, siapakah orang gila yang telah memasuki kamar kita? dan membawa senjata ditangannya, Tolong, hai pengawal tolong, semua orang tolong,"
Rangkud dengan gerakan cepat menusuk badan Raja. Tetapi bukan hanya Raja yang tertusuk tetapi juga
isterinya, disebabkan isterinya merangkulnya dari belakang. Sultan mengangakt kerisnya yang namanya Kiai
Betok.
" Hai Rangkud engkau telah melanggar janjimu," kata Sultan. Rangkud berbalik dan lari kearah pintu. Sultan melemparkan kerisnya; Kiai Betok terbang kearah targetnya di paha Rangkud dekat kemaluannya. Rangkud mati seketika didekat pintu kamar; Raja dan Permaisuru juga mati. Sementara itu para perajurit tetap tidur selama kejadian itu, tetapi setelah Rangkud mati barulah mereka terbangun; mereka terkejut dan takut mendapatkan Raja dan Permaisuri wafat bersama sipembunuh.
Aryo Penangsang sangat puas dengan misi Rangkud yang dianggap berhasil. Dia berpikir bahwa tidak ada bukti bukti pembunuhan disebabkan sipembunuh juga ikut tewas. Tetapi dia salah, siapakah yang tidak kenal siapa Rangkud sebenarnya. Keluarga kerajaan waspada akan pembunuhan berikutnya oleh Aryo Penagsang. Mereka juga berunding bagaimana melunakan kebrutalan Aryo Penangsang. Anak-anak Sultan ditempatkan disuatu tempat yang dianggap aman.
         Setelah wafatnya Sultan Prawoto atau Pangeran Mukmin, tidak ada seorang Raja yang dinobatkan; karena anak Sultan, Aryo Panggiri masih terlalu kecil untuk menjadi Raja. Jadi Demak menjadi kerajaan tanpa Raja untuk waktu pendek. Sementara itu Sultan Hadiwijoyo dari Pajang atau Jaka Tingkir akan mendapat tugas menyelesaikan masalah administrasi kerajaan.
Sementara itu Ratu Kali Nyamat sedang berunding dengan suaminya, Pangeran Hadiri, Adipati Jepara, dalam
menghadapi kebrutalan Aryo Penangsang.
" Apa saran Kang Mas didalam menghadapi kebrutalan Aryo Penangsang? tanya Ratu Kali Nyamat.
" Kita mempunyai seseorang yang bijaksana yang kita anggap sebagai senior kita;kepadanya kita mintakan
pengaruhnya dan dapat membuat semua orang puas dan senang; orang itu adalah Sunan Kudus. Jadi marilah
kita bersama membuat kunjungan kesana," kata Pangeran Hadiri.
" Kamu benar, hanya Sunan Kudus yang dapat membuat suasana menjadi dingin kembali di Kerajaan Demak ini," kata Ratu Kali Nyamat.
Sementara itu di Istana Jipang Panolan, Aryo Penangsang sedang berdiskusi dengan Patih Matahun, wakilnya,
tentang masalah bagaimana langkah selanjutnya untuk menuju ketahta kerajaan Demak, setelah pembunuhan
Raja berhasil dengan sukses. " Kita sangat beruntung dengan kematian Rangkud yang dengan demikian kita tidak perlu membersihkan tangan kita; Demak tidak mempunyai bukti-bukti tentang pembunuhan, benarkan," kata Aryo Penangsang.
" Dan engkau Tuan, akan menjadi Raja dengan mudah karena sudah tidak ada lagi saingan-saingannya." kata
Patih Matahun. " Ya saya mengerti, saingan sudah tidak ada, tetapi penghalang banyak sekali yang akan menyulitkan kita" kata Aryo Penangsang.
" Saya tidak mengerti Tuan, siapakah penghalang itu?, tanya Patih Matahun.
" Kamu orang tua bodoh Matahun; apakah kamu pikir orang-orang disekitar Sultan akan diam saja setelah terjadi pembunuhan ini? Mereka akan menjadi penghalang adalah Pangeran Hadiri dari Jepara dan si Karebet atau Jaka Tingkir si Raja palsu dari Pajang; apakah kamu mengerti Matahun? kata Aryo Penangsang.
" Tetapi mereka itu adalah hanya menantu menantu Raja, tidak berhak untuk menjadi Raja," kata Matahun.
" Jika rakyat memilih Ratu Kali Nyamat atau Ratu Mas Cempa menjadi Raja, maka itu berarti Pangran Hadiri atau Jaka Tingkir yang akan menjadi Raja," kata Aryo Penangsang.
" Apa rencana Tuan selanjutnya ?"
" Saya akan meminta Sunan Kudus memanggil Pangeran Hadiri dan Ratu Kali Nyamat datang ke Kudus,"
" Apakah Tuan yakin bahwa beliau akan benar-benar mendukung usaha kita?"
" Orang tua itu akan mendukung kita, saya yakin, tetapi orang tua itu penuh dengan pertimbangan. Jika kedua
penghalang Jaka Tingkir dan Pangeran Hadiri dapat dilenyapkan maka jalan ke tahta kerajaan Demak sudah
terbuka lebar," kata Aryo Penangsang.
" Apakah dengan demikian Tuan mau membunuh keduanya?," tanya Matahun.
" Apakah engkau kira engkau akan diam saja untuk melaksanakan kerja besar ini? ya tentu saja saya akan
lakukan. Apakah engkau takut? Jika engkau takut baiklah akan aku laksanakan sendiri." kata Aryo Penangsang.
Patih Matahun sudah lama menjadi deputi Adipati Jipang panolan, jadi dia tahu betul karakteristik tuannya yang penuh ambisi dan kemarahan. Usahanya sekarang adalah mengarahkan dan memberikan pertimbangan demi untuk keselamatan Aryo Penangsang sendiri.
" Tapi Tuan, rencana ini sudah melampoui batas jadi sangat berbahaya," kata Patih.
" Hai orang tua, kamu pengecut, tanpa kamu rencana ini akan berjalan dengan mantap," kata Aryo Penangsang.
Aryo Penangsang dengan para pengikutnya disertai juga dengan saudara angkatnya, Aryo Mataram, berangkat menuju Kudus menemui Sunan Kudus dan meminta Sunan Kudus untuk memanggil Pangeran Hadiri dan Ratu Kali Nyamat. Sunan Kudus terkejut dengan rencana cucunya ini, tapi dengan berat hati dia menyetujui. Setelah dua minggu pembunuhan Raja, Ratu Kali Nyamat dan Pangeran Hadiri datang berkunjung ke Kudus atas kemauannya sendiri. Mereka akan meminta orang bijak ini dan juga senioritasnya untuk turut mendinginkan suasana Kerajaan Demak dan juga mengadukan tindakan brutal cucunya, Aryo Penangsang. Jadi Sunan Kudus tidak perlu memanggilnya tetapi mereka yang datang atas kemauannya sendiri.
Ratu Kalinyamat saudara perempuan dari Sultan Prawoto tidak senang atas kejadian pembunuhan beruntun yang dilakukan oleh Aryo Penangsang. Dia menjadi marah besar atas kelakuannya. Oleh sebab itu dia ingin
mengadukannya kepada kakeknya, Sunan Kudus.
" Jadi kamu datang kesini ingin meminta keadilan, lalu apa yang saya harus katakan? tanya Sunan Kudus. "
Sudah lama terjadi sejarah Kerajaan Demak berlumuran darah, saling membunuh satu sama lain didalam
keturunan Sultan Bintoro. Kamu sudah mendengar sejarah itu dan kamu tahu itu."
" Tetapi pembunuhan Sultan Trenggono dan Sultan Prawoto dilakukan oleh Aryo Penangsang," kata Ratu
Kalinyamat.
" Marilah kita menengok sejarah kebelakang dan marilah kita pertimbangkan apa yang terjadi dan apa
hubungannya dengan kejadian yang sekarang," kata Sunan Kudus.
Jika kita melihat kebelakang, melihat sejarah Kerajaan Demak; kita teringat bagaimana Sultan Trenggono telah membunuh Sultan Patiunus dan juga Sultan Kanduruan, ayah Aryo Penangsang; bagaimana Pangeran Trenggono sampai hati membunuh kakak-kakaknya sendiri.
Ratu Kali Nyamat dan Pangeran Hadiri terdiam, tidak berkomentar; dalam katahatinya mereka setuju dengan apa yang dikatakan Sunan.
" Baiklah, kami akan melihat kebelakang seperti yang engkau syaratkan dengan hati-hati," kata Pangeran Hadiri. " Kamu seharusnya belajar sejarah anakku," kata Sunan Kudus. Ratu Kali Nymat dan pengikutnya pulang dengan perasaan tidak puas.
"Sudah jelas Sunan berpihak kepada Aryo Penangsang dan bukan kita," kata Ratu kepada suaminya.
" Apapun yang dikatakan Sunan, kita dapat mengerti karena Aryo Penangsang adalah cucunya," kata Pangeran Hadiri.
" Tetapi pertalian keluarga janganlah dibawa didalam permasalahan kita, baiklah kita akan hadapi Penangsang
oleh kita sendiri." kata Ratu dengan marah.
" Kita dapat melibatkan adik menantu kita, Sultan Hadiwijoyo, Sultan Pajang," kata Pangeran Hadiri.
" Ya saya setuju, dia pasti akan membantu kita; saya akan menulis surat kepadanya secepatnya." kata Ratu .
Sementara itu terjadi serangan secara rahasia yang dilancarkan Aryo Penangsang beserta Tamtama dan perajurit perajuritnya;
tanpa tanda-tanda dan sangat mengejutkan tiba-tiba mereka sudah ada dimuka dan dibelakang
barisan Ratu.
" Hai Ratu dan Hadiri, kamu sudah terkepung oleh banyak tentara dimuka dan dibelakang kamu, menyerahlah,"
kata Aryo Penangsang dari atas kudanya.
" Pengawal, siap untuk menyerang," Ratu memberi perintah kepada seluruh perajuritnya; kemudian semuanya
memegang hulu pedangnya dan siap untuk bertempur. Bahkan barisan pemanah sudah memanah lebih dahulu.
Ratu dan suaminya turun dari kudanya dan mulai menusuk musuh, para pengacau dimukanya. Keduanya
bertempur dengan gagah berani, demikian juga semua perajuritnya.
Sayangnya perajurit Jipang Panolan jumlah dua kali lipat dari perajurit Jepara, jadi walaupun mereka bertempur mati-matian kemungkinan besar serdadu Jepara akan menderita kekalahan.
Sementara itu Aryo Penangsang memberi perintah rahasia kepada Tamtamanya, " ingat target kita adalah
Pangeran Hadiri, jika dia sudah terbunuh, kita menarik mundur pasukan kita dengan segera," katanya.
Setelah instruksi itu diberikan, kelihatan Pangeran Hadiri mendapat tekanan lebih dan bahkan menjadi terpisah
dengan isterinya. Ratu Kali Nyamat bertempur dengan gagah berani seperti laki-laki, walaupun masih kelihatan cantik. Dia berusaha untuk mendekati suaminya, tetapi banyak perajurit Japang yang menghalangi jalannya.
Walaupun sudah banyak perajurit musuh mati oleh pedangnya, dia tidak berhasil mendekati suaminya.
Pada akhirnya Pangeran Hadiri mati oleh tusukan diperutnya. Sebelum mati dia berteriak," lari,lari isteriku,
tinggalkan aku, nanti kita akan membalas dendam dikemuadian hari,"
Ratu lebih hebat menyerang begitu juga semua perajuritnya ketika mendengar perintah dari suaminya.
Sementara itu Aryo Penangsang memberikan perintah yang lain lagi," mundur semua perajurit Jipang Panolan,
mundur," Mendengar perintah itu perajurit Jipang mundur perlahan-lahan sambil meninggalkan mayat temantemannya dan mayat musuhnya.
Sesudah perajurit-perajurit Jipang mundur, Ratu mendekati mayat suaminya dan dipeluknya. " terkutuk engkau Penangsang, terkutuk, tunggu pembalasanku,"
Kemudian perajurit yang kalah itu pulang ke Jepara sambil membawa mayat pemimpinnya dan kesedihan yang mendalam didiri Ratu Kali Nyamat.
Dirumahnya, Ratu berpikir, " Dimanakah keadilan, dimanakah dia, bahkan Sunan Kudus berpihak kepada
Penangsang. Pada kenyataannya serangan itu sudah dipersiapkan oleh keduanya, Penangsang dan Sunan,atau
paling tidad ini suatu dugaan. Satu-satunya teman yang dapat membantu adalah Sultan Pajang, Sultan
Hadiwijoyo; saya harus merundingkan dengannya segera mengenai masalah ini."
" Apakah utusan saya ke Pajang sudah datang?, tanaya Ratu kepada pengawalnya.
" Belum kanjeng Ratu," jawabnya " Bila sudah datang, segera menghadap saya," kata Ratu.
Sejak itu Ratu kehilangan nafsu makannya dan selalu bermimpi buruk. Badannya menjadi kurus dan mukanya
pucat, hal ini membuat kechawatiran para stafnya akan halnya kesehatannya. Pada akhirnya dia mengumumkan akan melakukan tapa di gunung Danareja dalam keadaan telanjang. Dia mengumumkannya dengan sumpah, "
Saya akan mengakhiri tapa saya dan mengenakan pakaian lagi setelah Penangsang mati," Dia pergi ke suatu
guha dan duduk bersila disuatu batu datar dalam keadaan tanpa busana atau telanjang. Para perajurit
pengawalnya berada dimuka guha menjaga keselamatannya dan para dayang mensuplai makanan dan
minumannya.  Aryo Penangsang sangat puas dengan serangan rahasianya. Jalan menuju singgasana Kerajaan Demak semakin terbuka, sejauh ini jalannya sudah baik. Sekarang tinggal satu orang lagi yang harus dilenyapkan, dia adalah Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijoyo, Sultan Pajang.
Aryo Penangsang mengakui kesaktian Jaka Tingkir, " Rencana pembunuhan yang terakhir akan menjadi yang
tersulit, tetapi harus dilakukan sebagai pukulan terakhir dari suatu kerja besar." Tentu saja Aryo Penangsang akan  membunuh Jaka Tingkir sebagai target terakhir.
Aryo Penangsang memanggil tiga orang perajuritnya yang terbaik untuk diberi tugas yang berat itu, mereka
adalah Demang Begog, Suta dan Sonder. Tiga perajuritnya sudah cukup untuk membunuh Sultan Pajang.
" Begog dan yang lain-lainnya, saya percayakan tugas ini kepadamu karena kamu baru saja menyelesaikan
pelajaran Ilmu Silatmu. Ini adalah kesempatan kamu untuk memperlihatkan darma baktimu kepada Negara dan  Rajamu, Jangan katakan tidak. Bila engkau sukses dalam tugas ini, hadiah menanti kamu dan kedudukan yang baik didalam kedinasan. Jika gagal, Negara akan menanggung hidup keluargamu.
" Tuan, perintah Tuan adalah suatu kehormatan bagi kami, kami akan melaksanakan dengan sebaik-baiknya.' kata Begog mewakili teman-temannya.
" Now, go and good luck," said Aryo Penangsang.
Yang empunya cerita tidak menerangkan mengapa Aryo Penangsang tidak memerintahkan mereka pergi dulu ke Sunan Kudus agar beliau membacakan mantera kepada keris-kerisnya agar bertuah, seperti yang dilakukan oleh Rangkud. Barangkali Aryo Penangsang lupa akan hal itu atau dia percaya akan para pembunuhnya disebabkan mereka adalah akhli silat nomer satu.
Ketiga pembunuh pergi memakai kuda dengan cepat. Setelah sampai di Pajang, mereka menambatkan kudakudanya di hutan dan pergi berjalan kaki ke Istana. Penjagaan istana ketat, banyak perajurit mengawal istana.
Mereka duduk dirumput diluar Istana, kemudian membacakan mantera yang akan menidurkan para perajurit
pengawal dan seluruh orang diIstana tertidur dengan nyenyak. Beberapa menit kemudian mereka melihat
hasilnya, penjaga pintu gerbang tertidur. Mereka memasuki Istana tanpa halangan, karena semua orang tertidur. Begog membuka peta ditangannya dan kemudian memberikan instruksi kepada kawan-kawannya dengan berbisik. Sementra itu Sultan masih bercakap-cakap dengan Ki Pemanahan, " Adakah engkau merasakan sesuatu yang aneh Ki Pemanahan?, kata Sultan.
" Ya saya merasakan, sesuatu yang membuat saya mengantuk,"
" Saya juga begitu, mungkin ada orang yang telah membacakan mantera agar kita tertidur dan pasti mereka ingin berbuat jahat. Saya menduga pembunuhan akan terjadi di Istana ini sesudah pembunuhan terhadap Sultan Prawoto." kata Sultan. Tidak berapa lama kemudian masuk kedalam dua orang muda yang melaporkan bahwa seluruh Istana menjadi  sangat sunyi sekali, sangat aneh.
" Marilah kita berpura-pura tidur, tapi tetap waspada, saya akan menangkap pengacau itu oleh saya sendiri," kata Sultan.
Maka semua orang pergi kekamar masing-masing, Pemanahan, Pangeran Benawa, Sutawijaya dan lain-lain.
Sultan memasuki kamarnya dan melihat isterinya, " Rai Cempa tertidur pulas karena mantera itu, saya akan tidur dikamar sebelah karena saya percaya bahwa target pembunuhan adalah saya dan bukan isteri saya," pikir Sultan.  Para pembunuh berpikir, " Alangkah mudahnya memasuki Istana ini, tetapi Sultan mempunyai kesaktian, jadi mungkin dia tidak tertidur,"
Mereka sampai kepada suatu pintu kamar yang besar, tentulah ini kamar Raja, sesuai dengan petunjuk dari peta ini. Mereka memasuki kamar yang pintunya tidak terkunci; terlihat sesorang sedang tidur dibawah selimut, pasti ini Raja. Kemudian mereka menghunus kerisnya masing-masing dan menusukkannya berulang-ulang ketubuh yang sedang tidur itu. Tetapi menakjubkan Raja tidak mempan senjata bahkan berpura-pura melanjutkan tidurnya.
Tak berapa lama kemudian Raja bangun dan menangkap satu persatu pembunuh itu dan dilemparkan kedinding, dia pukul dia tendang yang lainnya, " Siapakah kamu? beraninya memasuki kamar Raja ditengah malam seperti ini? kata Sultan.
" Maaf Tuan, saya Begog,"" Begog siapa? saya mengenal satu persatu staf saya disini," kata Raja.
Ki Pemanahan, Pangeran Benawa dan Sutawijaya datang kekamar Raja dan menanyakan ada apa, pada hal
mereka sudah tau pengacau-pengacau itu tertangkap. Pangeran Benawa langsung memukul salah seorang dan
menarik rambutnya, " Jawab, jangan membuat kami marah dan membunuhmu,"
" Kalem sedikit Banawa, kamu tidak akan mendapat jawabannya dengan cara seperti ini," kata Sultan. " Sekarang anak muda bicaralah, sipakah kamu?."
" Kami adalah utusan dari Jipang Panolan," kata Begog.
" Apakah maksud kamu, kamu ini adalah utusan dari kakak saya Aryo Penangsang?" tanya Sultan dengan kalem.
" Ya Tuan,"
" Jadi tuanmu menyuruhmu membunuh aku? tanya Sultan.
" Ya Tuan dan maafkan saya Tuan,"
" Baiklah, kamu adalah orang-orang jujur jadi kamu saya bebaskan untuk pergi. Kamu harus ceritakan semua
kejadian ini kepada Tuanmu, Mas Aryo Penangsang. Dan saya ingin agar kamu menyampaikan pesan saya kepada Tuanmu, jika dia ingin membunuhku jangan menyuruh seseorang seperti kamu tetapi lakukanlah sendiri; Saya  merasa terhina karena kamu bukan kelas saya untuk diajak berkelahi," kata Sultan.
" Kakak Pemanahan berikan beberapa hadiah dan uang secukupnya untuk perjalanan mereka," kata Sultan.
" Sandika Gusti (Ya tuan)," jawab Pemanahan.
" Kanjeng Rama Sultan, mengapa dilepaskan pengacau-pengacau ini, kita seharusnya membunuh mereka sebagai  pelajaran Aryo Penangsang," kata Pangeran Benawa.
" Saya tahu bahwa pamanmu pantang mundur sebelum tujuannya tercapai apapun yang kamu lasnakan. Kita
tidak perlu mengotori tangan kita sendiri untuk membunuh mereka, tetapi Penangsang yang akan melakukan,"
kata Sultan. Begog dan kawan-kawan kembali keJipang dengan tanpa hampa. Mereka mengakui bahwa Sultan Hadiwijoyo  memang sakti seperti yang mereka alami sendiri.
Seharusnya mereka tidak usah kembali ke Jipang karena Aryo Penangsang akan marah besar kepada mereka, tetapi mereka tidak menyadari apa yang akan terjadi. Sewaktu mereka melaporkan kepada Boss mereka, semua kejadian di Pajang, mereka mendapat hukuman, hukuman yang berat.
Sekarang Penangsang merasa terhina dengan kejadian ini, " Bangsat kamu Karebet, saya akan lawan kamu
seperti mau-mu." katanya.
" Patih Matahun, siapkan kuda saya si Gagak Rimang; Saya mau pergi kePajang dan kamu ikuti saya; si Karebet  menantang saya berkelahi, akan saya bunuh dia dengan kerisku si Kiai Setan Kober." Penangsang berteriak.
" Tenang sedikit Nik Mas, tenanglah; ini adalah jebakan, jebakan; dapatkah kita rundingkan dengan suasana
dingin," kata Patih Matahun.  " Saya tidak takut sekalipun ini jebakan; kamu pengecut, tinggallah dirumah dan tunggu berita kematian si  Karebet, saya akan pergi sendirian," kata Penangsang.
" Apakah engkau tidak menyadari bahwa ini adalah suatu perangkap agar engkau menjadi marah. Apakah engkau tidak menyadari bahwa ini juga merupakan strategi perang antara Jipang melawan Pajang. Jika engkau sudah marah, maka engkau tidak dapat lagi membedakan antara tindakan baik dan tindakan tidak baik didalam menghadapi Sultan Pajang." kata Matahun dalam menberikan saran.
Aryo Penangsang terdiam sejenak, dia berpikir, " memang benar apa yang dikatakan oleh Patih Matahun, ini
adalah bagian dari perang,"
" Apakah engkau mau mendengarkan nasihat saya, Nik Mas Adipati?, tanya Patih Matahun.
" Apa menurut pendapatmu?, tanya Penangsang.
" Saya kira, Sultan Pajang sedang atau sudah menyiapkan semua laskarnya diperbatasan untuk menyambut
kamu. Dan ini buklan soal kecil, jadi sebaiknya kita berkunjung ke Sunan Kudus dan meminta nasihatnya," kata  Patih Matahun.
" Kamu benar Matahun, tapi saya peringatkan kamu, jangan kamu menyebut dia Raja,sebut saja dia Karebet,
karena saya Raja Demak sebenarnya, bukan dia." kata Penangsang.
" Ya Nik Mas Adipati, kamu akan menjadi Raja segera, tetapi pekerjaan ini tidaklah mudah. Saya sarankan agar Nik Mas menghadap sekali lagi Sunan Kudus untuk mendapatkan dukungannya dan juga petunjuknya, saya yakin  beliau akan mendukung kita," kata Patih Matahun.
Setelah beberapa saat Aryo Penangsang menjadi tenang lagi, pendapat Patih Matahun memang benar adanya " Kamu adalah satu stafku yang terbaik, baik kita pergi ke Kudus lagi," kata Aryp Penangsang.
" Ya Nik Mas Adipati, kita akan pergi ke Kudus dengan semua perajurit, Tamtama, Hulubalang dan juga dengan  logistik yang penuh," kata Patih Matuhun.
" Mengapa?," tanya Penangsang.  " Jika Sunan Kudus mendukung kita, kita akan langsung pergi Ke Pajang untuk melawan Karebet dan kawankawannya."  Adipaty Aryo Penangsang memimpin laskarnya dengan naik kuda dimuka barisan, menuju Kudus.
Pada waktu mereka sampai dipinggir Kasunanan, kampus Sunan, mereka membuat tenda-tenda untuk tentara. Sunan Kudus terkejut meliha tindakan Penangsang.
" Hai Penangsang akan dapakan kami dengan tentara kamu sebanyak ini?, tanya Sunan Kudus.
" Eyang Guru, kami tidak bermaksud jelek terhadap institusi Guru," kata Penangsang.
" Tetapi kamu telah membuat takut semua murid muridku; Sebetulnya kamu bermaksud apa?, " Tanya Sunan
Kudus. Aryo Penangsang menceritakan apa adanya bahwa dia telah mengirim pembunuh untuk melenyapkan Karebet, tetapi gagal. "Adi Mas Karebet tahu bahwa saya mengirim pembunuh untuknya, jadi peperangan antara Jipang dan Pajang sudah tidak bisa dihindari lagi" kata Aryo Penangsang.
" Sebelum dia menyerang, saya akan menyerang lebih dulu," katanya
" Jadi kamu mau menyerang Pajang?, tidak Penangsang, saya tidak setuju itu," kata Sunan Kudus.
" Mengapa Kakek Sunan?, saya tahu bahwa tentara si Karebet terlatih baik, tetapi saya tidak takut karena tentara saya mempunyai kemampuan untuk tampil sebagai pemenang, saya percaya itu, " kata Aryo Penangsang.
" Masalahnya bukanlah takut atau tidak takut, menang atau tidak menang, tetapi engkau mempunyai pikiran yang sempit," kata Sunan Kudus.
" Mengapa kakek?, menang atau kalah adalah hasil akhir dari suaru pertempuran, kita akan lihat nanti," kata
Penangsang. "Baik, dimisalkan engkau sebagai pemenang, apakah engkau kira engkau masih mempunyai tentara yang utuh?, Engkau akan kehilangan ribuan perajurit, ratusan hulu balang dan puluhan Tantama. Dan apakah kamu kira sekutu Pajang akan diam saja? seprti Jepara, Kalinyamat, Cirebon, Banten dan masih banyak lagi negeri yang lain;
Sanggupkah engkau menghadapi mereka? Sementara itu jika engkau kalah, itu berarti tidak ada cerita lagi,
selesai. " Tapi Kakek, Jipang juga mempunyai sekutu," kata Penangsang.
" Anakku, didalam peperangan yang engkau siapkan menyangkut ribuan tentara seperti ini, keberanian dan
kesaktian komander hanyalah memainkan peran yang kecil, tetapi strategi komander untuk memenangkan
pertempuran adalah sangat diperlukan; Oleh sebab itulah kami memerlukan komander yang briliant pandai," kata  Sunan Kudus.
" Jadi apa yang harus saya lakukan Kakek?
" Penangsang, saya adalah gurunya si Karebet. Karebet juga mempunyai guru-guru yang lain, diantaranya Ki
Ageng Sela, Ki Ageng Banyu Biru, Ki Ngenis, Ki Butuh dan Sunan Kali Jaga. Betapa kuatnya si Karebet itu, tetapi engkau juga sama kuatnya dengan dia, saya tidak tahu siapa yang akan keluar sebagai pemenang andai kata engkau diadu berkelahi melawan si Karebet. Jadi saya akan mengundang Sultan Pajang datang kesini dan saya akan konfrontasikan kepadamu, kemudian terserah sama kamu mau guna memecahkan masalah ini," Kata Sunan.
Sunan Kudus pergi diiringi oleh dua orang stafnya, kemudian dia membuat surat undangan kepada Sultan Pajang, meminta dia datang tetapi tidak disebutkan untuk apa. Utusan segera pergi ke Pajang memakai kuda mengantar surat tersebut.
Aryo Penangsang berpikir, " Sunan mengatakan saya harus menyelesaikan masalah ini dengan cara saya, jadi
kalau saya bunuh si Karebet, saya akan segera menjadi Raja.
Sementara itu Sultan Hadiwijoyo sedang mengadakan rapat dengan seluruh staf sewaktu utusan dari Sunan Kudus datang.
Diantara yang hadir didalam rapat itu adalah, Tumenggung Ki Macanegara, Ki Pemanahan, Bupati Ki Wilamarta, Bupati Ki Wuragil, Pangeran Benawa, Ki Panjawi, Pangeran Danang Sutawijaya.
" Guruku Sunan Kudus mengundangku ke Kasuhunan, saya tidak tahu dengan maksud apa, dapatkah saudarasaudara memberikan pendapat?" kata Sultan.
Mancanegara berkata, " Saya mendapat laporan bahwa terlihat pergerakan pasukan Jipang ke arah Kudus dalam jumlah yang besar; apakah ada hubungannya dengan undangan Sunan Kudus kepada Sultan dengan peristiwa ini, kita perlu mengkajinya,"
" Ya saya setuju dengan pendapat anda bahwa kedua peristiwa itu ada hubungannya dan terkait juga dengan
percobaan pembunuhan kepada saya baru-baru ini; Tetapi saya tidak dapat menolak undangan ini," kata Sultan.
" Baginda dapat pergi, tetapi harus ditemani disebabkan tingkah Adipati Jipang sudah menunjukan sikap
bermusuhan, siapa tahu dia membuat trik trik yang membahayakan baginda," kata Mancanegara.
" Benawa dan Sutawijaya, perintahkan kepada semua perajurit-perajurit kita untuk bersiap-siap, kita akan
berangkat ke Kudus dua hari kemudian," perintah Sultan.
" Sandika Gusti Rama," kata Pangeran Benawa.
Pasukan Pajang dalam jumlah besar berangkat keKudus dipimpin langsung oleh Sultan Hadiwijoyo sendiri diiringi  oleh Pangeran Benawa, Sutawijaya, Patih Mancanegara dan lainnya. Karena Sultan akan menghadapi saat saat yang genting di Kasunanan Kudus maka dia membawa keris yang bernama Kiai Cerubuk dan Kiai Metir yang mempunyai daya kesaktian. Meraka sampai di tepi sungai yang dinamai sungai Sore dan mendirikan kemahkemah.
Sewaktu senja menjelang, Sultan datang ke Kasunanan beserta rombongan guna menghadap Sunan
Kudus. Sultan tidak menemukan Sunan Kudus tetapi didapati Aryo Penangsang beserta sepuluh orang
pengawalnya. Sultan Hadiwijoyo melangkah menuju Aryo Penangsang hingga berjarak tiga meter dimuka dia,
kemudian berhenti. Mereka saling pandang menatap dengan pandangan tajam; seperti dua harimau yang akan
berkelahi. Ruangan pendopo menjadi sunyi disebabkan tidak ada orang yang bercakap atau berbisik. Tetapi
pada akhirnya Aryo Penangsang berbicara guna mendinginkan suasana yang tegang itu.
" Selamat datang di Kudus Dimas Sultan, Kakek Sunan Kudus masih ada dikelasnya tetapi dia akan datang segera  menemui kita," kata Aryo Penagsang.
" Terimakasih kakang Adipati," kata Sultan. Mereka duduk dikursi masing-masing dan situasinya lebih tenang.
" Sudah lama kita tidak pernah bertemu, jadi maafkan saya yang mana saya tidak dapat datang pada saat
pelantikan anda sebagai Raja di Pajang," kata Aryo Penangsang.
" Tidak mengapa Adipati, saya tau betapa sibuknya anda belakangan ini," kata Sultan.
" Apa maksud kedatangan anda kesini?" tanya Aryo Penangsang.
" Hanya memenuhi undangan Sunan, dan kamu?," kata Sultan.
" Sama seperti kamu, memenuhi undangan Sunan; jika tidak salah anda mempunyai keris yang bagus sekali,
bolehkah saya melihat keris itu? pinta Aryo Penangsang.
" Orang-orang hanya omong saja, itu bohong semua, tidak bisa dibandingkan dengan keris kamu, kiai Setan
Kober," kata Sultan.
" Jangan merendahkan diri Dimas, bolehkah saya melihatnya?, pinta Aryo Penangsang.
Mancanegara berbisik," jangan lakukan itu Sultan, ini adalah trik,"
" Jangan takut, saya mengerti," jawab Sultan.
" Inilah kerisku tetapi rupanya tidak lah sama dengan kerismu, si Kiai Setan Kober", kata Sultan sambil
memberikan kerisnya. Sementara itu Sultan juga bersiap-siap dengan kerisnya yang lain di punggungnya; Jika dia  menusuk dengan kerisnya, dia akan membalas menusuk dengan kerisnya yang lain.
Tiba-tiba Aryo Penangsang berdiri dari kursinya, menghunus keris itu dan berkata, " Engkau benar Adimas tidak seperti Kiai Setan Kober, tetapi senjata ini ampuh sekali dimana hanya tergores saja orang sudah dapat mati." Sultan pun ikut berdiri dan menghunus kerisnya Kiai Cerubuk, kemudian keduanya saling menatap dengan keris ada ditangan. Pendopo menjadi sunyi semua orang menahan nafasnya, kelihatannya kedua pemimpin itu mau saling tusuk. Para pengikutnya masing-masing memegang hulu keris senjatanya bersiap untuk bertempur.
Tetapi situasi yang tegang itu menjadi kalem kembali saat Sunan Kudus memasuki ruang Pendopo. " Hai apa yang kalian lakukan? sedang berdagang keris? Nikmas Sultan simpanlah kerismu, tidak baik memperlihatkan senjata dihadapan orang-orang. Dan enkau Penangsang sarungkan keris itu secepatnya agar semua masalah menjadi beres, kerjakan." kata Sunan Kudus.
Hadiwijoyo menyarungkan kerisnya, sementara Aryo Penangsang melihat kepada Sunan, menunggu
perintah. " Penangsang sarungkan kerismu cepat, menunggu apa lagi," kata Sunan Kudus.
" Saya hanya melihat kerisnya Dimas Sultan yang terkenal itu," kemudian disarungkan dan diberikan kepada
Sultan Hadiwijoyo.
" Dia benar-benar menyarungkan keris itu,oh Penangsang alangkah bodohnya kamu itu," pikir Sunan Kudus.
Aryo Penangsang memberikan kembali kerisnya Hadiwijoyo. " Itu adalah keris yang bagus, jarang ada orang yang dapat mempunyai keris sebagus itu," katanya.
" Terimakasih Kangmas Adipati," jawab Sultan.
" Ini baru baik sekali; engkau adalah ningrat dan juga pemimpin masyarakat jadi janganlah bersifat kekanakkanakan; selamat datang Nak Mas Sultan di Kudus; Saya kira kamu berdua dalam keadaan lelah, jadi saya persilahkan kembali ke kamp masing-masing dan besok saya panggil kembali bila susananya menjadi dingin dan tenang kembali," kata Sunan Kudus.
Sultan Hadiwijoyo pulang kembali ke kamp bersama dengan rombongan dan sementara itu Aryo Penangsang
masih bercakap-cakap dengan kakeknya.
" Kamu kehilangan kesempatan emas cucuku," kata Sunan Kudus
" Kesempatan emas?, apa maksudmu dengan itu? tanya Aryo Penangsang.
" Sebenarnya engkau adalah seorang yang cerdas Penangsang, tetapi didalam keadaan genting kamu tiba-tiba
menjadi bodoh," kata Sunan Kudus.
" Apakah saya salah? apakah saya berbuat sesuatu yang bodoh?" tanya Aryo Penangsang.
" Matahun dapatkah engkau terangkan kepada Tuanmu, perbuatan bodoh apakah yang dilakukan oleh tuanmu, sementara saya akan masuk kamar untuk beristirahat, jangan diganggu," kata Sunan
" Ya Matahun tolong jelaskan kepada saya, nampaknya Sunan marah dan kecewa kepada saya," kata Aryo
Penangsang.
" Sangat disayangkan bahwa Tuan tidak mengerti akan kata-kata sandi yang diucapkan oleh Sunan; Apakah
engkau mengharapkan Sunan akan memberikan aba-aba dengan jelas untuk menikan Sultan Hadiwijoyo dengan kerisnya Kiai Metir? Apakah engkau mendengar apa yang dikatakan Sunan, " Sarungkan kerismu segera dan masalahmu akan selesai". Menyarungkan keris berarti menikam Hadiwijoyo karena kalimat itu ditambah "
masalah kamu akan selesai" Tuan tidak mengerti dengan kata -kata itu," kata Patih Matahun.
" Oh alangkah bodohnya aku ini," kata Ary Penangsang sambil memukul kepalanya sendiri. " Tidak mengapa,
paling tidak kita sudah tahu bahwa Sunan mendukung kita, ini adalah fakta; Kita gagal untuk hari ini, tetapi besok tidak; Saya tidak akan berhenti sampai tujuan saya tercapai.
Sementara itu dalam perjalanan pulang ke kamp, Sultan Hadiwijoyo berdiskusi dengan stafnya apa yang baru
terjadi dipendopo Kasunanan. " Hampir saja kita melumuri Pendopo Kasunanan dengan darah, saya perhatikan setiap Tamtama Jipang memegang kerisnya masing-masing; Jika sampai terjadi maka saya akan memilih patih Matahun sebagai lawan saya,"
" Saya akan memilih Kiai Ronce yang banyak tingkah," kata yang lain.
" Seperti yang kamu lihat sendiri, bagaimana hebatnya sikap permusuhan orang-orang Jipang kepada kita; dan
perang terbuka tidak dapat dihindari lagi, sekarang tinggal masalah waktu. Saya mengharapkan kamu sudah
siap," kata Sultan Hadiwijoyo diatas kudanya.
" Ditepi sungai sebelah sana mereka mendirikan kemah, saya harap kamu tidak melakukan provokasi, tunggu
perintah saya," kata Sultan Hadiwijoyo.
" Sandika Gusti," kata para perajurit.
" Saya masih belum mengerti maksud Sunan memanggil saya. Sementara saya menunggu panggilan Sunan, saya akan mengunjungi kakak tercinta Ratu Kali Nyamat digunung Danareja," kata Sultan.
Malam itu Sultan dan para pengikutnya pergi kegunung Danareja. Tempatnya gelap dan sunyi; terdapat beberapa gubuk yang dibangun bagi para pengawal. Setelah Sultan minta izin kepada pengawal, dia berdiri dimuka guha dan mengadakan percakapan denga Ratu, tanpa melihat satu sama lain.
" Apa maksud kamu mengunjungi kami?" tanya Ratu.
"Hanya ingin mengetahui kondisi kesehatan kamu, Kakang Ratu," kata Sultan.
" Saya baik-baik saja; Saya mendengar khabar bahwa Jipang dan Pajang didalam masa-masa genting menuju ke peperangan, apakah benar begitu? kata Ratu.
" Ya Yunda Ratu, sepertinya kita akan berperang. Tetapi ini tergantung kepada Kakang Penangsang, kami hanya bertahan dan membuat pengimbang," kata Sultan.
" Dimas Sultan, saya mendukung kamu untuk berperang melawan Penangsang. Jika kamu sukses membunuh
Penangsang, saya akan berikan kamu Kalinyamat, Jepara dan seluruh isi kekayaannya disana, " kata Ratu.
Dibelakang Sultan, Mancanegara berbisik kepada Sultan, " katakan ya, hayo katakan ya,"
" Baik Yunda Ratu jangan takut akan hal itu, nampaknya hanya saya yang dapat membunuh Aryo Penangsang, Adipati Jipang." kata Sultan.
Percakapan berlanjut kepada hal-hal yang tidak serius sampai tengah malam dan pada akhirnya Sultan meminta diri.
Keesokan harinya Sultan berkunjung kembali ke Kasunanan karena dia sudah berjanji kepada Sunan untuk datang kembali. Di pendopo sudah hadir Aryo Penangsang dengan para pengikutnya. Kedua orang yang bermusuhan itu duduk dikursi disamping kiri dan kanannya. Sementara itu para pengawalnya duduk di lantai dan kelihatannya siap dengan senjatanya untuk bertempur.
" Pada kenyataannya saya merasa tidak puas jika diantara kalian berdua ada permusuhan didalam keluarga kita  sendiri yang akan menuju kepada perpecahan. Persatuan diantara keluarga kerajaan nampaknya diambang perpecahan" kata Sunan. " Nampaknya persatuan didalam keluarga yang sudah dibina oleh pendahulu kita, Sultan Bintoro, berada didalam waktu yang sangat gawat, pikirkanlah oleh kamu berdua," Sunan menambahkan.
Sunan Kudus berkata lagi, " Saya mengharapkan kamu berdua dapat menyelesaikan persoalan usang kamu
berdua, Nakmas Hadiwijoyo tetap sebagai Sultan di Pajang dan sementara itu Aryo Penangsang pada posnya
sebagai Adipati di Jipang."
" Hmmm, jadi Jipang dibawah kekuasaan Pajang dan saya harus mengakui bahwa Pajang sebagai atasan saya," kata Aryo Penangsang.
" Saya kira apa yang dikatakan oleh Sunan sudah jelas, Jipang adalah suatu Kadipaten sedang Pajang adalah
suatu Kesultanan dan engkau sebagai Adipati harus memenuhi kewajibanmu terhadap Pajang." kata Sultan
Hadiwijoyo.
" Tidak mungkin, saya harus soan ke Pajang dan memberi hormat kepadamu? Aryo Penangsang pantang
menyerah sebelum berperang," kata Aryo Penangsang.
" Baiklah, Sultan Pajang akan menyerang setiap Adipati yang tidak bisa dikontrol," kata Sultan Hadiwijoyo.
" Hai Karebet, kamu kira hanya kamu saja yang laki-laki? Hayo kita berkelahi sampai ada yang mati, kamu yang  mati atau aku yang mati atau dua-duanya mati; Hayo keluar kita berkelahi," kata Aryo Penangsang sambil berdiri dari kursinya dan juga Sultan.
" DIAM,!" kata Sunan Kudus dengan ekspresi wajah yang marah. Semua orang yang ada disitu menjadi takut dan terdiam " Hampir saja saya membuat seorang wanita menjadi janda," kata Aryo Penangsang.
" Dan hampir saja saya memberi makan kepada segerombolan burung gagak yang kelaparan dengan mayat
seorang Adipati," kata Sultan.
" Hmmm, kelakuan kamu sama dengan preman pasar," kata Sunan Kudus. "Apakah kamu tidak malu dengan
bawahan kamu disini? Kamu sama sekali tidak menghargai kedudukan kamu sendiri,"
" Saya minta maaf guru," kata Sultan
" Saya minta maaf kakek Guru,' kata Aryo Penangsang.
" Alangkah memalukan kamu semua; Walaupun posisi kamu tinggi, kamu adalah murid-murid ku; Apakah engkau masih menghargai gurumu yang mengajarkan kamu ilmu? Tanpa seorang guru, seseorang siapapun dia, tidak akan mencapai kepangkatan yang tinggi seperti yang engkau capai sekarang," kata Sunan Kudus.
Sunan sedemikian marah sehingga ruang Pendopo Kasunanan menjadi sunyi, tidak ada yang bercakap-cakap dan tidak ada yang berbisik.
" Baiklah, apakah engkau masih menaruh rasa permusuhan kepada Adipati Jipang, Hadiwijoyo?, tanya Sunan
kepada Sultan Pajang.
" Itu terserah kepada Kanda Aryo Penangsang," kata Sultan.
" Dan bagaimana dengan kamu Penangsang?" tanya Sunan.
" Jipang tidak akan pernah menyerah kepada Pajang," kata Aryo.
Kedua musuh saling pandang dengan ekspresi yang mengancam.
" Baiklah, saya kira kamu tidak memerlukan saya lagi, semua terserah kepada kamu; sekarang kalian boleh
pulang kembali kerumah masing-masing; Lakukanlah apa-apa yang akan kamu ingin lakukan, tapi dengan satu
syarat jangan kamu merusak institusiku, Kasunanan Kudus.
Setelah itu Sunan Kudus pergi dan juga Aryo penangsang keluar ruangan tanpa mengucapkan apa-apa kepada Sultan Hadiwijoyo.
Sultan Hadiwijoyo beserta pengikutnya juga pulang. Didalam perjalanan pulang, dia menginstruksikan kepada
seluruh jajaran perajuritnya untuk siap tempur, tetapi sifatnya hanya menunggu serangan dari Penangsang.
Sementara itu di kam Penangsang, Penangsang sibuk mengatur serangan ke Kam Pajang. " Patih Matahun
siapkan seluruh angkatan perang kita untuk menyerang Pajang, kita akan beri kejutan kepada Karebet sebelum dia siap dengan tentaranya," kata Penangsang.
" Sandika, baik Tuan," kata Patih Matahun
Keesokan harinya, Penangsang membawa seluruh perajuritnya menyebrang sungai Sore dan sampai di tepi Barat sungai. Ditepi sungai sudah menunggu Karebet dengan tentaranya, maka terjadilah pertempuran ditepi sungai dan disungai, satu lawan satu. Sungai Sore tidak dalam. Mereka memakai senjata keris, pedang dan juga tombak. Korban segera berjatuhan hingga mencapai ratusan orang perajurit. Sungai Sore menjadi merah
diwarnai oleh darah. Sejarah mencatat perang ini terjadi pada tahun 1550.
Sewaktu magrib mendatang, kedua tentara ditarik kembali dan arena pertempuran kembali sunyi meninggalkan begitu banyak mayat perajurit yang gugur. Keesokan harinya terjadi lagi pertempuran dan begitu seterusnya.
Penangsang dan tentaranya lebih banyak mengambil inisiatif dalam pertempuran dibanding Sultan Hadiwijoyo.
Penangsang bertempur dengan bernafsu untuk memperoleh kemenangan dalam waktu yang singkat. Hal ini
membuat seluruh angkatan perang Pajang menjadi frustrasi.
" Nampaknya peperangan ini akan memakan waktu yang lama, kita tidak tahu kapan akan berakhir," kata Ki
Mancanegara " Sultan kehilangan kebranian didalam bertempur," kata Pangeran Benawa.
" Saya tidak setuju dengan pendapatmu, Sultan tetap berani, tetapi dia kehilangan semanagat bertempur," kata
Jurumartani.
" Barangkali disebabkan Penangsang adalah cucunya Sunan dan alasan lain adalah Sultan menghormati Sunan
karena dia dalah gurunya," kata Ki Pemanahan.
" Jadi apa yang kamu sarankan Pemanahan? tanya Ki Mancanegara.
" Marilah kita tanyakan kepada Ratu Kalinyamat di gunung Danareja," kata Ki Pemanahan sambil berbisik-bisik ditelingan Mancanegara. Mancanegara mangut-manggut tanda setuju.
" Ini adalah strategi yang bagus Pemanahan saya setuju sekali, segera dilaksanakan," kata Mancanegara.
" Saya dengan Panjawi akan pergi kegunung Danareja besok untuk menemui Ratu Kali Nyamat dan kita berharap agar peperangan yang membosankan ini selesai; Jangan katakan kepada siap-siapa tentang kepergian saya, ini harus menjadi misi yang dirahasiakan," kata Pemanahan.
Kedua orang itu sampai pada tengah malam di guha tempat Ratu Kali Nyamat. Setelah meminta izin kepada
penjaganya untuk berdialok hal yang penting, mereka berdiri dimulut guha.
" Pengawal siapa yang datang? Mengapa datang ditengah malam seperti ini? tanya Ratu Kali Nyamat.
" Kami adalah Pemanahan dan Panjawi dari kerajaan Pajang, kami minta maaf datang ditengah malam seperti ini,"
" Apa maksud kamu? dan mesti ada sesuatu yang penting," kata Ratu.
" Pertempuran terus berlangsung antara Pajang dan Jipang dan kita tidak tahu kapan akan berakhir," kata
Pemanahan.
" Berita dari medan pertempuran tidak penting bagi saya; kamu tidak perlu melaporkannya atau apakah saya
harus akhiri tapa saya dan terjun dalam pertempuran dipihak kamu melawan Penangsang? tanya Ratu.
" Ya, kami meminta bantuanmu, tetapi tidak perlu terjun didalam pertempuran,"
" Jadi apa yang harus saya lakukan?,"
" Kami menyangka Sultan kehilangan kebraniannya didalam pertempuran, barangkali ini disebabkan Penangsang adalah cucunya Sunan Kudus. Penangsang selalu berinisiatif menyerang membuat kami menjadi frustrasi dan meminta pertolonganmu," kata Pemanahan.
" Apakah engkau mempunyai ide untuk membangkitkan semangat bertempur Sultan? tanya Ratu.
" Barangkali ide ini akan menjadi baik, bawalah Sultan memnghadapmu dan tawarkan kepada dia dua orang gadis cantik yang akan memberi semangat bertempur." kata Panjawi.
Tidak ada jawaban dari dalam Guha,membuat Pemanahan dan Panjawi menahan nafas. "apakah Ratu menjadi marah?"
Akhirnya datang juga jawaban dari dalam guha, " Baiklah, salam hormat saya kepada Sultan dan bawa dia kesini secepatnya," kata Ratu.
Setelah dialok berakhir, Panjawi dan Pemanahan pulang dengan berkuda.
Sesampainya di kam, mereka melaporkan kepada Sultan, tapi hanya mengatakan bahwa Ratu memanggil beliau secepatnya.
" Dia meminta saya berkunjung, untuk apa? Tetapi baiklah saya akan penuhi; Pemanahan, Panjawai dan yang lain ikuti saya berkunjung ke gunung Danareja." Sultan memerintahkan.
Sultan berdiri dimuka guha dan siap berdialok.
" Dikmas Sultan, berapa lamakah pertempuran ini akan berlangsung? tanya Ratu
" Saya tidak tahu tetapi diperkirakan akan memakan waktu yang lama," kata Sultan.
" Akan memakan waktu lama? apakah saya akan mati sebelum Penangsang, si bangsat, itu mati? apakah saya
tidak akan pernah melihat kamu membunuh Penangsang? tanya Ratu dengan suara kemarahan.
" Saya tidak bermaksud begitu, tetapi memang kakang Penangsang seorang Senapati yang pembrani," kata
Sultan.
" Saya tidak percaya, saya hanya percaya akan kemampuan kamu membunuh Penangsang; kamu cuma hormat kepada Sunan Kudus, Sunan Kudus memang kakeknya dan dia juga gurumu, benarkan? tanya Ratu.
Sultan terdiam dengan kata-kata Ratu, dia menyadari bahwa Ratu sedang marah kepadanya, dia juga menyadari bahwa tindakannya kepada Jipang tidak tegas dan kenyataannya apa-apa yang dikatakan oleh Ratu adalah benar.
" Kakakku Ratu, posisiku sekarang ini serba salah, apa yang akan kulakukan ini serba salah," kata Sultan.
" Apakah itu sikap seorang Raja? Bagaimana kamu dapat memerintah suatu kerajaan sebagai Raja besar jika
kamu tidak mempunyai pendirian yang tetap seperti ini? Kamu bahkan tidak menyadari bahwa tindakanmu itu
akan ditiru oleh seluruh rakyat kamu." kata Ratu.
Ratu menambahkan," Kamu telah berjanji kepadaku untuk membunuh Penangsang lalu kapan dilaksanakan?
Saya menyarankan agar kamu menantang duel diatara kamu berdua guna mengakhiri peperangan secepatnya;
peperangan ini hanya merugikan semua orang. Sekali lagi saya berjanji akan memberikan kepadamu, daerah
Jepara, Kali Nyamat dan Pati jika kamu berhasil membunuh Penangsang. Bahkan saya bersedia menjadi
pelayanmu. Lebih dari itu saya akan memberikan dua orang keponakanku, dua gadis cantik kepadamu, jika kamu berhasil membunuh Penangsang.
Sultan kembali terdiam mungkin sedang berpikir apa yang dikatakan Ratu. Bahkan sekarang hadiahnya
ditambah dengan tanah Pati dan dua gadis cantik.
" Baiklah Yunda Ratu, saya akan memenuhi permintaan Yunda sebaik-baiknya," kata Sultan.
Didalam perjalanan pulang mereka mendiskusikan dialok. " Nampaknya Ratu sangat serius untuk membunuh
Penangsang secepatnya," kata Ki Pemanahan.
" Semua orang juga tahu bahkan dia berani berkorban hingga hal yang membahayakan nyawanya." kata Sultan Di kam Hadiwijoyo berpikir, " Jika saya membunuh Penangsang saya tidak yakin bahwa Sunan Kudus tidak akan marah kepada saya. Jika dia marah kepada saya, lalu apa yang akan saya lakukan? Guru adalah sama dengan orang tua yang haru  dihormati, bagaimana masalah ini membuat saya menjadi bingung."
Pada akhirnya Sultan mendapat jalan untuk membunuh Penangsang dengan memakai tangan orang lain, dia akan menyuruh Pemanahan sebagai komandan pasukan untuk membunuh Penangsang. Dia memanggil semua stafnya guna rapat darurat. Hadir didalam rapat itu adalah Ki Pemanahan, Jurumartani, Ki Mancanegara, Panjawi dan yang lain-lain.
" Sebagaimana kamu ketahui bahwa Sunan Kudus adalah guruku dan saya tidak dapat membunuh Penangsang disebabkan dia adalah cucunya Sunan Kudus; tetapi dilain pihak saya harus membunuh Penangsang atas perintah kakakku Ratu Kali Nyamat. Saya sanggup membunuh Penangsang, tetapi hubungan saya denga Sunan Kudus menjadi terganggu dan saya tidak mau hal ini terjadi. Saya mempunyai ide jalan keluarnya; Saya umumkan kepada kamu sekalian, tetapi utamanya kamu Pemanahan, barang siapa yang berhasil membunuh Penangsang akan saya beri hadiah berupa Hutan Mentaok dan tanah Pati. Apakah kamu sanggup melaksanakan pekerjaan ini Pemanahan? tanya Sultan.
" Sesuai perintah Paduka, saya akan kerjakan sebaik-baiknya,"
" Tetapi sibangsat Adipati Jipang itu sakti, jadi kamu harus hati-hati Pemanahan," kata Sultan.
" Seperti sabung ayam, kemenangan itu bukan peran ayamnya itu sendiri tapi peran botoh (yang empunya ayam) yang pandai memilih ayam sabungannya yang akan menentukan kemenangan," kata Ki Pemanahan.
" Baik, rencanakan semuanya dalam satu tim. Jika Sunan Kudus marah,saya akan membela kamu; kamu tidak
mempunyai hubungan apa-apa dengan Sunan Kudus itu menjadi baik. Saya akan senang hati meberikan hutan
Mentaok dan tanah Pati kepada kamu," kata Sultan.
Setelah Sultan meninggalkan sidang, mereka berdiskusi; mereka adalah Ki Pemanahan, Jurumartani, Sutawijaya dan Panjawi.
" Kamu harus mengetahui bahwa Penangsang adalah kasar dan mudah marah. Temparemennya yang cacat ini
harus dapat digunakan." kata Ki Pemanahan.
" Kita harus akui bahwa dia adalah sakti, itu yang menjadi masalah," kata Panjawi.
" Kita cari gara-gara, agar dia marah dan datang ke kam kita, kemudian kita keroyok, " kata Sutawijaya.
Pada keesokan harinya, keempat orang itu, Ki Pemanahan, Panjawi, Sutawijaya, Pangeran Benawa, dan juga
Jurumartani berkuda mendatangi Kam Penangsang.
Seorang mata-mata melaporkan bahwa tidak berapa jauh ada kam musuh. Maka mereka juga membuat kam
disitu, ditepi sungai Sore.
Keempat pemimpin Pajang berkuda menyebrangi sungai Sore, mendatangi kam Penangsang. Disana terlihat ada tukang rumput yang sedang mengambil rumput untuk ternaknya. " Hai lihat ada orang disana, pasti dia orang Jipang,musuh kita," kata Sutawijaya.
" Hai ki sanak, engkau pandai memilih rumput, pasti ternak kamu bagus sekali," sapa Ki Pemanahan.
" Ya tentu saja, Gagak Rimang sangat disayang oleh tuannya,Kanjeng Adipati Jipang," kata tukang rumput itu.
" Dia adalah tukang kudanya Penangsang, sebaiknya kita apakan dia?" bisik Ki Pemanahan.
" Setiap orang Jipang adalah musuh kita, sebaiknya dibunuh saja," kata Sutawijaya berbisik.
" Jangan membunuh sembarangan, kita bisa memanfaatkan orang ini," kata Ki Pemanahan.
" Hai anak muda, kamu adalah orang Jipang, sedangkan kami adalah orang Pajang. Apakah engkau tidak
menyadari bahwa sedang terjadi peperangan antara Pajang melawan Jipang?" tanya Ki Pemanahan.
" Tentu saya tahu, tetapi saya adalah rakyat biasa, saya tidak terlibat didalam peperangan itu." kata tukang
rumput.
" Apapun yang kamu katakan, kamu adalah orang Jipang, musuh kami dan kawan-kawan kami sudah sepakat untuk membunuh kamu, tapi saya tahu bahwa kamu ingin hidup, betulkan begitu? tanya Ki Pemanahan.
" Oh maafkan saya, saya hanyalah rakyat biasa yang tidak terlibat dalam peperngan ini; tugas saya hanyalah
sebagai tukang kuda Kanjeng Adipati," kata si tukang kuda.
" Baiklah, saya hanya akan membuat luka dibadan kamu; apakah kamu ingin memilih mati atau memilih luka
dibadan? tanya Ki Pemanahan.
" Saya tidak ingin keduanya, saya baru saja menikah dengan perempuan dua bulan yang lalu, oh maafkan saya
dan isteri saya," pintanya.
" Panjawi dan Sutawijaya, pegang orang ini,' Pemanahan memberi instruksi.
" Oh jangan, mau diapakan saya ini?"
" Saya tidak ingin membunuh kamu; Saya hanya ingin membuat luka ditelinga kamu, baik? kata Ki Pemanahan.
Ki Pemanahan memotong telinganya dan menempelkan sepotong surat ditujukan kepada Adipati Aryo Penangsang di telinga yang terpotong.
" Sekarang kamu harus pulang secepatnya dan melapor kepada tuanmu, Aryo Penangsang, katakan Raja Pajang Sultan Hadiwijoyo menantang duel; kamu mengerti? PERGI " kata Pemanahan.
Keempat orang itu melihat ke tukang kuda yang berlari menuju tuannya.
" Sekarang kita harus bersiap-siap karena tidak berapa lama lagi mereka akan datang; mereka akan datang
dengan kemarahan, terutama Aryo Penangsang pasti datang kepada kita, saya kenal wataknya," kata Ki
Pemanahan.
" Dan mungkin Aryo Penangsang akan datan sendirian tanpa pengawalnya." kata Jurumartani.
Sementara itu di kam Jipang, Aryo Penangsang sedang makan nasi sewaktu datang pengawalnya melaporkan
bahwa seorang tukang kuda penuh darah dianiaya oleh oarang-orang Pajang.
Walaupun luka ditelinga tidak terlalu besar, tetapi telah membuat mukanya penuh dengan darah, kelihatannya
sangat menakutkan.
Sewaktu tukang kuda menghadap, Adipati Penangsang berteriak, " Hai apa yang terjadi dengan kamu?"
" Maafkan saya tuan, orang Pajang memotong telingan saya dan menggantungkan surat diluka saya,"
" Apa? mana surat itu?," kata Penangsang.
Penangsang menerima surat dari telinga yang dipotong dengan emosi penuh kemarahan. Surat dari musuhnya si Karebet.
Isi surat itu adalah demikian, " Hai Penangsang jika engkau mengaku seorang jantan dan pembrani,
menyebranglah, aku tunggu engkau disebrang sungai, tertanda Raja Pajang.
" Bangsat Karebet, kepalamu akan terpisah dari badanmu hari ini," katanya dan sambil memukul meja
didepannya. Dia keluar dari kemahnya dan berteriak kesemua orang, " Hai siapkan kudaku si Gagak Rimang dan kerisku si Kiai Setan Kober, aku akan membunuh si Bangsat Karebet,"
" Tenang Nakmas Adipati, tenang, ada apa denganmu? kata Patih Matahun.
" Tenang? Orang-orang Pajang telah menghina kita, ini akan menjadi masalah serius buat kita, saya tidak sabar, " kata Penangsang.
" Menghina kamu, bagaimana caranya? tanya Ki Mataram, adiknya yang kecil.
" Jangan tanya, lihat itu suratnya diatas meja saya," kata Penangsang.
" Kamu Patih Matahun dan lainnya, jika diam saja, kamu bukan orang Jipang Panolan. Bukan saja saya yang
dihina tetapi semua orang di jipang ikut dihina," kata Aryo Penangsang.
" Marilah kita rundingkan dulu sebelum bertindak Nakmas Adipati. Saya percaya bahwa ini adalah jebakan buat kita dan mungkin jebakan yang berbahaya sekali,Nakmas Adipati" kata Patih Matahun.
" Hai kamu orang tua, jika kamu tidak mau ikut dengan aku untuk memotong kepalanya si Karebet, biarlah aku akan pergi sendiri, aku Aryo Penangsang akan berperang melawan orang Pajang sendirian." Kemudian dia keluar menuju kam  Pajang tanpa pengawal dibelakangnya.
" Apa yang harus kita lakukan Patih Matahun? tanya Ki Mataram.
" Siapkan perajurit kita dan kita susul dia," instruksi Patih Matahun.
Aryo Penangsang berkuda cepat sekali menuju kam Pajang hingga mencapai tepi timur Sungai Sore. Dia melihat ratusan perajurit Pajang sudah bersiap ditepi barat sungai Sore, tetapi tidak ada Karebet diantara mereka.
" Hai orang-orang Pajang dimana Raja kalian? Dia berani menantang saya untuk berkelahi tetapi tidak muncul
kelihatan, katakan kepada dia untuk memakai rok dan suruh kerja didapur," kata Penangsang.
" Hai Arya Jipang lawanlah saya lebih dulu sebelum Tuan saya, menyebranglah kesini," kata Ki Pemanahan.
" Hai monyet buruk, akan kupatahkan lehermu," kata Penangsang.
Mengejutkan, Aryo Penangsang betul menyebrang dengan kudanya sendirian. Dia telah berhasil diprovokasi
sehingga mau menyebrang tanpa kawalan serdadunya dan ini betul sangat berbahaya buat dirinya.
" Serdadu Pajang serang dia sewaktu dia ada disungai," Ki Pemanahan memberi komando.
Kurang lebih dua ratus perajurit Pajang menyerbu ke sungai dan mengepung Aryo Penangsang. Tetapi Aryo
Penangsang betul betul seorang laki-laki yang tidak gentar sedikitpun dan memang dia seorang perajurit sejati.

Pada akhirnya Aryo Penangsang mati dan Jaka Tingkir jadi raja dengan gelar Hadiwijaya.
SEJARAH JAKA TINGKIR (MAS KAREBET)
--Posted by - Cerita Rakyat Indonesia -
- Cerita Rakyat Indonesia - Updated at: 03.24